HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA
Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu peserta didik
menumbuh kembangkan potensi kemanusiaannya. Tugas pendidik hanya mungkin
dilakukan jika pendidik memiliki gambaran yang jelas tentang siapa manusia itu
sebenarnya.
Dalam kenyataannya masih banyak pendidik yang belum mengetahui gambaran tentang siapa manusia itu sebenarnya dan sifat hakikat apa saja yang dimiliki manusia yang membedakannya dengan hewan sehingga dalam melaksanakan pendidikan belum mendapatkan hasil yang memuaskan. Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Alasan mengapa gambaran yang benar dan jelas tentang manusia perlu dimiliki oleh pendidik adalah karena adnya perkembangan sains dan teknologi yang sangat pesat. Melihat kenyataan inilah penulis memandang perlunya dibahas tentang manusia dan pendidikan : hakikat manusia dan pengembangannya.
Dalam kenyataannya masih banyak pendidik yang belum mengetahui gambaran tentang siapa manusia itu sebenarnya dan sifat hakikat apa saja yang dimiliki manusia yang membedakannya dengan hewan sehingga dalam melaksanakan pendidikan belum mendapatkan hasil yang memuaskan. Disebut sifat hakikat manusia karena secara hakiki sifat tersebut hanya dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Alasan mengapa gambaran yang benar dan jelas tentang manusia perlu dimiliki oleh pendidik adalah karena adnya perkembangan sains dan teknologi yang sangat pesat. Melihat kenyataan inilah penulis memandang perlunya dibahas tentang manusia dan pendidikan : hakikat manusia dan pengembangannya.
A. Sifat Hakikat Manusia
1. Pengertian Sifat Hakikat Manusia
Sifat hakikat manusia adalah ciri-ciri karakteristik yang secara prinsipil
membedakan manusia dari hewan, meskipun antara manusia dengan hewan banyak
kemiripan terutama dilihat dari segi biologisnya. Bentuknya (misalnya orang
hutan), bertulang belakang seperti manusia, berjalan tegak dengan menggunakan
kedua kakinya, melahirkan, menyusui anaknya dan pemakan segala. Bahkan Carles
Darwin (dengan teori evolusinya) telah berjuang menemukan bahwa manusia berasal
dari primat atau kera tapi ternyata gagal karena tidak ditemukan bukti-bukti
yang menunjukkan bahwa manusia muncul sebagai bentuk ubah dari primat atau
kera. Disebut sifat hakikat manusia karena secara haqiqi sifat tersebut hanya
dimiliki oleh manusia dan tidak terdapat pada hewan. Karena manusia mempunyai
hati yang halus dan dua pasukannya. Pertama, pasukan yang tampak yang meliputi
tangan, kaki, mata dan seluruh anggota tubuh, yang mengabdi dan tunduk kepada
perintah hati. Inilah yang disebut pengetahuan. Kedua, pasukan yang mempunyai
dasar yang lebih halus seperti syaraf dan otak. Inilah yang disebut kemauan.
Pengetahuan dan kemauan inilah yang membedakan antara manusia dengan binatang.
Wujud Sifat Hakikat Manusia
Wujud dari sifat hakikat manusia yang tidak dimiliki oleh hewan yang
dikemukakan oleh faham eksistensialisme dengan maksud menjadi masukan dalam
membenahi konsep pendidikan terdiri dari beberapa hal:
1. Kemampuan Menyadari
Diri
Berkat adanya kemampuan menyadari diri yang dimiliki manusia maka manusia
menyadari bahwa dirinya memiliki ciri kas atau karakteristik diri. Hal ini
menyebabkan manusia dapat membedakan dirinya dan membuat jarak dengan orang
lain dan lingkungan di sekitarnya. Kemampuan membuat jarak dengan lingkungannya
bearah ganda, yaitu ke arah luar dan ke arah dalam. Di dalam proses pendidikan,
kecenderungan dua arah tersebut perlu dikembangkan secara seimbang.
Pengembangan ke arah luar merupakan pembinaan aspek sosialitas, sedangkan
pengembangan ke arah dalam berarti pembinaan aspek individualitas manusia.
Yang lebih istimewa lagi manusia dikaruniai kemampuan
membuat jarak (distansi) diri dengan dirinya sendiri, sehingga manusia dapat
melihat kelebihan yang dimiliki serta kekurangan-kekurangan yang terdapat pada
dirinya. Kemampuan memahami potensi-potensi dirinya seperti ini peserta didik
harus mendapat pendidikan dan perhatian yang serius dari semua pendidik supaya
dapat menumbuh kembangkan kemampuan mengeluarkan potensi-potensi yang ada pada
dirinya.
2. Kemampuan Bereksistensi
Kemampuan bereksistensi adalah kemampuan manusia menempatkan diri dan dapat
menembus atau menerobos serta mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya.
Sehingga manusia tidak terbelenggu oleh tempat dan waktu. Dengan demikian manusia
dapat menembus ke sana dan ke masa depan.
Kemampuan bereksistensi
perlu dibina melalui pendidikan. Peserta didik diajar agar belajar dari
pengalamannya, mengantisipasi keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek
masa depan dari sesuatu serta mengembangkan imajinasi kreatifnya sejak masa
kanak-kanak.
3. Kata hati (Conscience
of Man)
Kata hati juga sering disebut dengan istilah hati nurani, lubuk hati, suara
hati, pelita hati dan sebagainya. Kata hati adalah kemampuan membuat keputusan
tentang yang baik atau buruk dan yang
bena atau salah bagi manusia sebagai
manusia. Dalam kaitannya dengan moral (perbuatan), kata hati merupakan
“petunjuk bagi moral/perbuatan). Untuk melihat alternatif mana yang terbaik
perlu didukung oleh kecerdasan akal budi. Orang yang memiliki kecerdasan akal
budi disebut tajam kata hatinya. Kata hati yang tumpul agar menjadi kata hati
yang tajam harus ada usaha melalui pendidikan kata hati yaitu dengan melatih
akal kecerdasan dan kepekaan emosi. Tujuannya agar orang memiliki keberanian
berbuat yang didasari oleh kata hati yang tajam, sehingga mampu menganalisis
serta membedakan mana yang baik atau benar dan buruk atau salah bagi manusia
sebagai manusia
4. Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian yang menyertai perbuatan
maka yang dimaksud moral adalah perbuatan itu sendiri. Moral dan kata hati
masih ada jarak antara keduanya. Artinya orang yang mempunyai kata hati yang
tajam belum tentu moralnya baik. Untuk mengetahui jarak tersebut harus ada
aspek kemauan untuk berbuat.Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa moral
yang singkron dengan kata hati yang tajam merupakan moral yang baik. Sebaliknya
perbuatan yang tidak singkron dengan kata hatinya merupakan moral yang buruk
atau rendah.
Etika berbeda dengan etiket. Moral (etika) menunujuk pada
perbuatan baik/benarataukah yang salah, yang berperikemanusiaan atau yanhg
jahat, sementara etiket hanya berhubungandengansopan santun. Pendidikan
bermaksud menumbuhkembangkan etiket (kesopansantunan) dan etika
(keberanian/kemauan bertindak) yang baik harus pada peserta didik.
5. Tanggung jawab
Sifat tanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari
perbuatan yang menuntut jawab yang telah dilakukannya. Wujud bertanggung jawab
bermacam-macam. Ada bertanggung jawab kepada dirinya sendiri(kata hati) bentuk
tuntutannya adalah penyesalan yang mendalam. Tanggung jawab kepada
masyarakat(norma sosial) bentuk tuntutannya adalah sanksi-sanksi sosial seperti
cemoohan masyarakat, hukuman penjara dan lain-lain. Tanggung jawab kepada
Tuhan(norma agama) bentuk tuntutannya adalah perasaan berdosa dan terkutuk.
Dengan demikian, ada hubungan yang erat antara kata hati, moral dan tanggung
jawab. Kata hati memberikan pedoman, moral melakukan, dan tanggung jawab
merupakan kesediaan menerima konsekuensi dari perbuatan.
6. Rasa kebebasan
Rasa kebebasan adalah tidak merasa terikat oleh sesuatu tetapi sesuai dengan
tuntutan kodrat manusia. Artinya bebas berbuat apa saja sepanjang tidak
bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia. Jadi kebebasan atau kemerdekaan
dalam arti yang sebenarnya memang berlangsung dalam keterikatan. Orang hanya
mungkin merasakan adanya kebebasan batin apabila ikatan-ikatan yang ada telah
menyatu dengan dirinya, dan menjiwai
segenap perbuatannya. Implikasi pedagogisnya adalah mengusahakan agar peserta
didik dibiasakan menginternalisasikan nilai-nilai, aturan-aturan ke dalam
dirinya, sehingga dirasakan sebagai miliknya. Dengan demikian aturan-aturan itu
tidak lagi dirasakan sebagai sesuatu yang merintangi gerak hidupnya.
7. Kewajiban dan Hak
Kewajiban dan hak adalah
dua macam gejala yang timbul karena manusia itu sebagai makhluk sosial, yang
satu ada hanya karena adanya yang lain. Tidak ada hak tanpa kewajiban.
Kewajiban ada karena ada pihak lain yang harus dipenuhi haknya. Kewajiban
adalah suatu keniscayaan pada diri manusia, artinya seseorang yang tidak mau
melaksanakan kewajiban berarti mengingkari kemanusiaannya sebagai makhluk
sosial.
Realisasi hak dan kewajiban bersifat relatif, disesuaikan
dengan situasi dan kondisinya. Hak yang secara asasi dimiliki oleh setiap insan
serta sesuai dengan tuntutan kodrat manusia disebut hak asasi manusia.
Pemenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban bertalian erat dengan soal keadilan.
Hak asasi manusia harus diartikan sebagai cita-cita, aspirasi-aspirasi atau
harapan-harapan yang berfungsi untuk memberi arah pada segenap usaha
menciptakan keadilan.
Usaha menumbuhkembangkan rasa wajib sehingga dihayati
sebagai suatu keniscayaan dapat ditempuh melalui pendidikan disiplin. Disiplin
diri menurut Selo Sumardjan meliputi empat aspek, yaitu :
a.
Disiplin
rasional, yang bila terjadi pelanggaran menimbulkan rasa salah
b.
Disiplin
sosial, jika dilanggar menimbulkan rasa malu
c.
Disipli
afektif, jika dilanggar menimbulkan rasa gelisah
d.
Disiplin
agama, jika terjadi pelanggaran menimbulkan rasa berdosa.
Keempat macam disiplin tersebut perlu
ditanamkan pada peserta didik dengan displin agama sebagai titik tumpu.
8. Kemampuan Menghayati
Kabahagiaan
Kebahagiaan adalah integrasi dari segenap kesenangan, kegembiraan, kepuasan dan
sejenisnya dengan pengalaman-pengalaman pahit dan penderitaan. Proses dari
kesemuanya itu (yang menyenangkan atau yang pahit) menghasilkan suatu bentuk
penghayatan hidup yang disebut bahagia.kebahagiaan bersifat irrasional, artinya
aspek rasa kebih berperan daripada aspek nalar.
Kebahagiaan bukan terletak
pada keadaannya sendiri secara faktual ataupun pada rangkaian prosesnya, maupun
pada perasaan yang diakibatkannya tetapi terletak pada kesanggupan menghayati
semuanya itu dengan keheningan jiwa. Dan mendudukkan hal-hal tersebut di dalam
rangkaian tiga hal, yaitu : usaha, norma-norma dan takdir. Usaha adalah
perjuangan yang terus-menerus untuk mengatasi masalah hidup. Selanjutnya usaha
tersebut harus bertumpu pada norma-norma/kaidah-kaidah yang harus dipatuhi.
Istilah takdir baru boleh disebut sesudah orang melaksanakan usaha sampai batas
kemampuan, kenudian hasilnya diterima dengan pasrah penuh syukur. Kebahagiaan
hanya dapat diraih oleh mereka yang mampu bersyukur.Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah perpaduan dari usaha, hasil atau takdir
dan kesediaan menerimanya.
B.
Dimensi-dimensi Hakikat Manusia, Keunikan dan Dinamikanya
Dalam hal ini ada 4 macam dimensi yang akan dibahas yaitu :
1. Dimensi
Keindividualan
Setiap anak
manusia yang dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari
yang lain atau menjadi dirinya sindiri. Inilah sifat individualitas.Karena
adanya individualitas itu setiap orang mempunyai kehendak, perasaan, cita-cita,
kecenderungan, semangat dan daya tahan yang berbeda-beda. Setiap manusia
memiliki kepribadian unik yang tidak dimiliki oleh orang lain. Serta setiap
orang memiliki sikap dan pilihan sendiri yang dipertanggungjawabkan sendiri,
tanpa mengharapkan bantuan orang lain untuk ikut mempertanggungjawabkan.
Fungsi pendidikan
adalah membantu peserta didik untuk membentuk kepribadiannya atau menemukan kediriannya
sendiri. Tugas pendidik adalah menunjukkan jalan dan mendorong subjek didik
bagaimana cara memperoleh sesuatu dalam mengembangkan diri dengan berpedoman
pada prinsip ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso. Tut wuri
handayani.
2. Dimensi
Kesosialan
Setiap bayi yang
lahir dikaruniai potensi sosialitas demikian dikatakan Mj Langeveld (1955 :
54). Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa setiap anak dikaruniai benih
kemungkinan untuk bergaul. Artinya setiap orang dapat saling berkomunikasi yang
pada hakikatnya di dalamnya ada unsur saling memberi dan menerima. Adanya
dimensi kesosialan pada diri manusia tampak jelas pada dorongan untuk bergaul.
Dengan adanya dorongan untuk bergaul setiap orang ingin bertemu dengan
sesamanya. Manusia hanya menjadi menusia jika berada diantara manusia. Tidak
ada seorangpun yang dapat hidup seorang diri lengkap dengan sifat hakekat
kemanusiaannya di tempat yang terasing. Sebab seseorang hanya dapat
mengembangkan sifat individualitasnya di dalam pergaulan sosial seseorang dapat
mengembangkan kegemarannya, sikapnya, cita-citanya di dalam interaksi dengan
sesamanya.
3. Dimensi
Kesusilaan
Kesusilaan adalah
kepantasan dan kebaikan yang lebih tinggi. Kesusilaan mencangkup etika dan
etiketManusia itu dikatakan sebagai makhluk susila. Drijarkoro mengartikan
manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai, menghayati, dan
melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. Agar manusia dapat melakukan
apa yang semestinya harus dilakukan, maka dia harus mengetahui, menyadari dan
memahami nilai-nilai. Kemudian diikuti dengan kemauan atau kesanggupan untuk
melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Persoalan
kesusilaan selalu berhubungan erat dengan nilai-nilai. Nilai merupakan sesuatu
yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan, keluhuran,
kemuliaan, dan sebagainya sehingga dijadikan pedoman dalam hidupnya. Dilihat
asalnya dari mana nilai-nilai itu diproduk dibedakan atas tiga macam, yaitu:
nilai otonom yang bersifat individual (kebaikan menurut pendapat seseorang),
nilai heteronom yang bersifat kolektif (kebaikan menurut kelompok), dan nilai
keagamaan yang berasal dari Tuhan.
Pendidikan
kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan kesediaan melakukan kewajiban di
samping menerima hak pada peserta didik
4. Dimensi
Keberagamaan
Pada dasarnya
manusia adalah makhluk religius. Mereka
percaya bahwa di luar alam yang dapat dijangkau oleh indranya ada kekuatan yang
menguasai alam semesta ini. Maka dengan adanya agama yang diturunkan oleh Tuhan
manusia menganut agama tersebut.Beragama merupakan kebutuhan manusia karena
manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang. Manusia
memerlukan agama demi keselamatan hidupnya.
Manusia dapat
menghayati agama melalui proses pendidikan agama. Disinilah tugas orang tua dan
semua pendidik untuk melaksanakan pendidikan agama kepada anaknya atau anak
didiknya. Disini perlu ditekankan bahwa meskipun pengkajian agama melalui mata
pelajaran agama ditingkatkan, namun tetap harus disadari bahwa pendidikan agama
bukan semata-mata pelajaran agama yang hanya memberikan pengetahuan tentang
agama. Jadi segi-segi afektif harus diutamakan. Kegiatan di dalam pendidikan
non-formal dan informal dapat dimanfaatkan untuk keperluan tersebut.
C. Pengembangan
Dimensi Hakikat Manusia
Pengembangan dimensi
hakikat manusia menjadi tugas pendidikan. Pengembangannya dibagi menjadi 2
yaitu :
1. Pengembangan yang utuh
Tingkat keutuhan
perkembangan dimensi hakikat manusia ditentukan oleh dua faktor, yaitu kualitas
dimensi hakikat manusia itu sendiri secara potensial dan kualitas pendidikan
yang disediakan untuk memberikan pelayanan atas perkembangannya.Pengembangan
yang utuh dapat dilihat dai dua segi yaitu:
a.
Dari wujud dimensinya
Keutuhan terjadi
antara aspek jasmani dan rohani, antara dimensi keindividualan, kesosialan,
kesusilaan, dan keberagamaan, antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Semua dimensi tersebut harus mendapat layanan yang baik dan tidak terjadi
pengabaian terhadap salah satunya.
b.
Dari arah pengembangannya
Keutuhan
pengembangan dimensi hakikat manusia dapat diarahkan kepada penembangan dimensi
keindividualan, kesosialan, kesusilaan,dan keberagamaan secara terpadu. Keempat
dimensi tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengembangan dimensi hakikat manusia yang utuh diartikan sebagai pembinaan terpadu terhadap seluruh dimensi hakikat manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara selaras. Maka secara totalitas dapat membentuk manusia yang utuh.
2. Pengembangan yang tidak
utuh
Pengembangan yang tidak utuh adalah proses
pengembangan dimensi hakikat manusia yang tidak seimbang antara dimensi yang
satu dengan yang lainnya, artinya ada salah satu dimensi yang terabaikan
penanganannya. Pengembangan yang tidak utuh akan menghasilkan kepribadian yang
pincang dan tidak mantap. Pengembangan yang seperti ini merupakan pengembangan
yang patologis atau tidak sehat.
D. Sosok
Manusia Indonesia Seutuhnya
Dinyatakan
dalam GBHN bahwa pembangunan nasional dilaksanakan di dalam rangka pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.
Pembangunan ini meliputi pembangunan secara lahiriah dan batiniah, pembangunan
yang merata di seluruh tanah air, serta keselarasan hubungan antara manusia
dengan Tuhannya.
Daftar Pustaka
Ardhana,Wayan.
(Ed).1986.Dasar-Dasar Kependidikan.
Malang: FKIP-IKIP Malang.
Cropley,A.J.. (Ed).
1979. Lifelong Education: A Stocktaking. Hmaburg: UNESCO Institute for Education.
________.1978. Lifelong Education: A Psychological
Analysis. Oxford: Pergamon Press.
Depdikbud. 1987. Petunjuk Penerapan Muatan Lokal Kurikulum
Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud.
_________. 1984. Petunjuk Pelaksanaan dan Pengelolaan
Kurikulum 1984 Sekolah Menengah Umum Tinggi Atas ( SMA ). Jakarta:
Depdikbud.
Hasan, Fuad. 1986. “Mendekatkan Anak Didik pada Lingkungan,
Bukan Mengasingkan.” (Dialog). Prisma No. 2 Tahun XV. H. 39-44.
Hameyer, U. 1979.
School Curriculum in the Context of
Lifelong Learning. Hamburg: UNESCO Institute for Education.
Illich, I...
1872/1982. Bebas dari Sekolah. ( Terjemahan C. Woekirsari ). Jakarta : Sinar
Harapan. ( Buku Asli Terbit 1971 ).
Joyce, B. , dan Ewil,
M. 1980. Models of Teaching (2 nd ed ).
Engwood Cliffs, New Jersey: Pretice-Hall International Inc.
Kolb,D.A..1984. Experiential Learning, Experince The source
of Learning and Development, Englewood Cliffs, New Jersey: Prenticep-Hall Inc.
Lamdin, L. 1992. E arn College Crredit for What You Know
( 2 nd ed). Chicago: CAEL.
La Sulo, Sulo
Lipu. 1990. Penelaahan Kurikulum Sekolah. Ujung Pandang: FIP IKIP Ujung
Pandang.
Mudyahardjo. Redja,
Waini Wasyidin, dan Saleh Soegiyanto, 1992. Materi
Pokok Dasar-Dasar Kependidikan. Modul 1-6. Jakarta: P2TK-PT Depdikbud.
Raka Joni, T.. 1985. Strategi Belajar – Mengajar, Suatu
Tinjauan Pengantar. Jakarta : P2LPTK
Depdikbud.
_______. 1990.
“Sekolah sebagai Pusat Pendidikan.” Makalah yang disajikan pada seminar Mutu
Pendidikan Sulawesi selatan tangal 26
September 1989 di Ujung Pandang.
_________. 1992. Penilaian Hasil Belajar Melalui Pengalaman
dalam Program S1 Kedua Pendidikan Bidang Studi SD. Jakarata : P2TK- PT Ditjen Dikti Depdikbud.
Tirtaraharjdja,Umar.1995.Pengantar Pendidkan.Jakarta : Pusat
Perbukuan Depdiknas
No comments:
Post a Comment