MAKALAH
ANORGANIK
“PELARUT”

M.MIFTAHUL MUTTAQIN
REGULER
PAGI
NIM.
1205025016
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Pelarut
Penulis
juga menyadari bahwa makalah yang penulis tulis ini masih banyak kekurangan.
Karena itu sangat diharapkan bagi pembaca untuk menyampaikan saran atau kritik
yang membangun demi tercapainya makalah yang lebih baik.
Samarinda ,11 November 2013
Penyusun
M.MIFTAHUL
MUTTAQIN
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
.................................................................................................... 2
Daftar Isi
.......................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 4...........
1.2 Rumusan
Masalah..............................................................................................................5
1.3 Tujuan
Penulisan…………………………………………………………………………………...5
BAB II PEMBAHASAN :
BAB II PEMBAHASAN :
2.1 Kelarutan
suatu senyawa ……………………………………..6
2.1.a
Mekanisme pelarutan senyawa ionic dalam medium air……………….11
2.1.b Pengaruh
temperaturan pada kelarutan………………………………………13
2.1.c Peran air sebagai solven ……………………………………………………………….14
2.1.d Kelarutan senyawa organic rantai panjang dengan
ujung polar……………16
2.1.e Struktur
Kimia dan Kelarutan……………………………………………….24
2.1.f Kelarutan yang Disebabkan oleh reaksi
kimia……………………………...25
2.2. Perubahan energy dalam pembentukan
larutan…………………………………….31
2.2.a kelarutan yang menyebabkan pembentukan
komplek………………………………38
2.3. Perilaku umum pelarut…………………………………………………………………
2.4. Pelarut ber proton dan pelarut tidak
berproton………………………………………..
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………….41
3.1 Kasimpulan
………………………………………………………………………………….41
BAB IV DAFTAR
PUSTAKA..........................................................................................................42
1.1
Latar Belakang
Kelarutan
senyawa atau proses melarut adalah suatu proses perubahan dari zat awal kedalam
medium, sedangkan larutan adalah suatu sistem
campuran homogeny dari dua zat atau lebih dan partikel di dalam larutan
memiliki ukuran/dimensi molecular.
Komponen kimia yang ada dalam jumlah kecil
dinyatakan sebagai zat terlarut atau solut, sedangkan komponen yang ada dalam
jumlah yang lebih besar dinyatakan sebagai pelarut solven.
Bedasarkan pengertian diatas kami selaku
penulis ingin mencari dan juga mendalami segala sesuatu yang menyangkut dengan
materi pelarut tersebut.
seperti :
1. Pengertian
kelarutan suatu senyawa
a.
Mekanisme pelarutan
senyawa ionic dalam medium air
b. Pengaruh temperaturan pada kelarutan
c. Peran air sebagai solven
d. Kelarutan senyawa organic rantai panjang
dengan ujung polar
e.
Struktur
Kimia dan Kelarutan
f. Kelarutan yang Disebabkan oleh reaksi kimia
2. Perubahan
energi dalam pembentukan larutan
a.
kelarutan yang menyebabkan
pembentukan komplek
3. Perilaku umum
pelarut
4. Pelarut ber proton
dan pelarut tidak berproton
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian dari kelarutan suatu senyawa ?
2. Perubahan
energi apa yang terjadi dalam pelarutan?
3. Pelarut
apakah yang menyebabkan pembentukan komleks?
4. Bagaimana
perilaku umum pada pelarut ?
5. Apa
itu pelarut berproton dan pelarut tidak berproton?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa itu kelarutan suatu
senyawa
2.
Untuk mengetahui perubahan energi dalam
pelarutan
3. Untuk
mengetahui pelarutan apa yang menyebabkan pembentukan kompleks
4. Untuk
mengetahui perilaku umum pada pelarut
5. Untuk
mengetahui apa itu pelarut berproton dan pelarut tidak berproton
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
KELARUTAN SUATU SENYAWA
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu,
zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent)
[1]. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam
suatu pelarut pada kesetimbangan.
Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan
perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih
dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Komponen
yang ada dalam jumlah kecil dinyatakan sebagai zat terlarut atau solute,
sedangkan komponen yang ada dalam lebih besar dinyatakan sebagai pelarut atau
solven. Pernyataan sebagai pelarut dan zat terlarut dapat dipertukarkan
misalnya: dalam campuran 10% aseton, 90% air, aseton adalah zat terlarut dan
air adalah pelarut, tetapi dalam campuran 10% air dan 90% aseton, aseton
bertindak sebagai pelarut sedangkan air bertindak sebagai zat terlarut. Secara
umum ada batas kelarutan solute dalam solven. Jika batas tersebut terpenuhi,
penambahan solute lebih lanjut akan mencapai kesetimbangan antara solut yang
larut dan yang tidak larut. Larutan dalam tingkatan ini disebut larutan jenuh.
Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut disebut sebagai larutan berair
(aquous solution)
Istilah Kelarutan
NO
|
Istilah
Kelarutan
|
Jumlah
bagian pelarut di perlukan
untuk
malarutkan 1 bagian
air
|
1
|
Sangat mudah larut
|
kurang Dari 1
|
2
|
Mudah larut
|
1 – 10
|
3
|
Larut
|
10 – 30
|
4
|
Agak sukar larut
|
30-100
|
5
|
Sukar Larut
|
100-1.000
|
6
|
Sanagat Sukar Larut
|
1.000-10.000
|
7
|
Praktis Tidak larut
|
lebih dari 10.000
|
2.1.a Mekanisme pelarutan senyawa ionik dalam medium air
Air adalah senyawa yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang
diketahui sampai saat ini di Bumi,[1][2][3] tetapi
tidak di planet lain.[4] Air menutupi hampir 71% permukaan Bumi. Terdapat 1,4 triliun kilometer kubik
(330 juta mil³) tersedia di Bumi.[5] Air
sebagian besar terdapat di laut (air asin) dan pada
lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), akan tetapi juga dapat
hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka
air tawar, danau, uap air, dan lautan es. Air dalam obyek-obyek tersebut bergerak
mengikuti suatu siklus air, yaitu: melalui penguapan, hujan, dan aliran
air di atas permukaan tanah (runoff, meliputi mata air, sungai, muara) menuju laut. Air bersih
penting bagi kehidupan manusia.
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air
bersifat
tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1
bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat kimia ini merupakan
suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan untuk melarutkan banyak zat kimia
lainnya, seperti garam-garam, gula, asam, beberapa
jenis gas
dan banyak macam molekul organik.

Keadaan air yang berbentuk cair merupakan
suatu keadaan yang tidak umum dalam kondisi normal, terlebih lagi dengan
memperhatikan hubungan antara hidrida-hidrida lain yang mirip dalam kolom
oksigen pada tabel periodik, yang mengisyaratkan bahwa air seharusnya
berbentuk gas, sebagaimana hidrogen sulfida. Dengan memperhatikan tabel periodik, terlihat bahwa unsur-unsur yang mengelilingi oksigen adalah nitrogen, flor, dan fosfor, sulfur dan klor. Semua
elemen-elemen ini apabila berikatan dengan hidrogen akan menghasilkan gas pada
temperatur dan tekanan normal. Alasan mengapa hidrogen berikatan dengan oksigen
membentuk fase berkeadaan cair, adalah karena oksigen lebih bersifat
elektronegatif ketimbang elemen-elemen lain tersebut (kecuali flor).
Tarikan atom oksigen pada
elektron-elektron ikatan jauh lebih kuat dari pada yang dilakukan oleh atom
hidrogen, meninggalkan jumlah muatan positif pada kedua atom hidrogen, dan
jumlah muatan negatif pada atom oksigen. Adanya muatan pada tiap-tiap atom
tersebut membuat molekul air memiliki sejumlah momen dipol. Gaya tarik-menarik listrik antar
molekul-molekul air akibat adanya dipol ini membuat masing-masing molekul
saling berdekatan, membuatnya sulit untuk dipisahkan dan yang pada akhirnya
menaikkan titik didih air. Gaya tarik-menarik ini disebut sebagai ikatan hidrogen.
Air sering disebut sebagai pelarut
universal karena air
melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase
cair dan padat di bawah
tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan
sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi
(berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-).
0o
|
20o
|
50o
|
100o
|
|
Massa jenis (g/cm3)
|
0.99987
|
0.99823
|
0.9981
|
0.9584
|
Panas jenis (kal/g•oC)
|
1.0074
|
0.9988
|
0.9985
|
1.0069
|
Kalor
uap (kal/g)
|
597.3
|
586.0
|
569.0
|
539.0
|
Konduktivitas
termal
(kal/cm•s•oC)
|
1.39
× 10-3
|
1.40
× 10-3
|
1.52
× 10-3
|
1.63
× 10-3
|
Tegangan permukaan (dyne/cm)
|
75.64
|
72.75
|
67.91
|
58.80
|
Laju
viskositas
(g/cm•s)
|
178.34
× 10-4
|
100.9
× 10-4
|
54.9
× 10-4
|
28.4
× 10-4
|
87.825
|
80.8
|
69.725
|
55.355
|
Jumlah molekul air
yang diikat tidak harus sama, tetapi bergantung pada:
1. Ukuran
ion, makin kecil kemampuan gerak makin besar, daya hantar makin besar,
kemempuan mengikat makin besar
2. Muatan
ion, makin besar muatan ion, kemampuan mengikat H2O semakin besar
2.1.b Pengaruh temperature pada kelarutan
Kelarutan
suatu zat berwujud padat semakin tinggi, jika suhunya dinaikkan. Dengan naiknya
suhu larutan, jarak antarmolekul zat padat menjadi renggang. Hal ini
menyebabkan ikatan antarzat padat mudah terlepas oleh gaya tarik
molekul-molekul air, sehingga zat tersebut mudah larut. 

2.1.c
Peran air sebagai solven
Air sering disebut sebagai pelarut
universal karena air
melarutkan banyak zat kimia. Air berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase
cair dan padat di bawah
tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, air dapat dideskripsikan
sebagai sebuah ion hidrogen (H+) yang berasosiasi
(berikatan) dengan sebuah ion hidroksida (OH-). Jika suatu padatan ionic
dimasikkan kedalam air, karena interaksi ion dipole, molekul air mengarahkan
molekul airnya sendiri pada permukaan padatan dengan jalan ujung negatifnya
kearah kation dan ujung pogatifnya mengarah ke anion. Pada permukaan padatan
daya tarik antar ion lemah karena adanya daya tarik solute-solven. Permukaan
ion dapat tertarik ke dalam larutan sebagai ion terhidrat. Solute ionic
mempunyai kelarutan lebih tinggi dalam solven yang mempunyai konstanta
dielektrik lebih tinggi, karena adanya penurunan daya tarik antar ion yang
lebih besar.
2.1.b Kelarutan senyawa organic rantai panjang dengan ujung polar
Senyawa
seperti amina alifatik rantai panjang, alcohol atau asam karboksilat mempunyai
rantai karbon hidrofobik nonpolar yang terikat dengan ujung polar yang dapat
membentuk ikatan hydrogen kuat dengan air.jika senyawa tersebut dimasukkan
dalam air, senyawa tersebut akan meluas kepermukaan dimana ujung polarnya
diatar permukaan. Dengan cara tersebut suatu film unimolekuler teramati diatas
permukaan.padatan seperti ini aplikasinya ditemukan pada pelapisan permukaan
liquid dengan lapisan unimolekuler.
2.1.e Struktur kimia dan kelarutannya
“like
dissolves like” adalah aturan yang biasa digunakan untuk kelarutan
solute selaku dengan sehubungan dengan karakter kimia yaitu sifat alamiah zat terlarut dan pelarut.
Karakter kimia disini terutama dalam polaritas dan komposisi. Sebagai contoh,
paraffin larut dengan cepat dalam benzene, tetapi gula polihidroksil larut
dalam air dan tidak larut dalam benzene.
Aturan pasti untuk menentukan kelarutan
suatu senyawa tidak dapat disusun sebagai ukuran, muatan dan struktur electron
dari suatu senyawa, tetapi secara umum dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
a) Karena
memiliki energy kisi yang lebih rendah, ion besar membentuk senyawa yang lebih
larut. Sesium iodioda sepuluh kali lebih larut disbanding natrium iluorida.
b) Padatan
yang mempunyai rapat muatan ionic lebih tinggi, kelarutan lebihrendah dalam
solven berair dan polar. Barium oksida 2000 kali lebih larut disbanding
magnesium oksida.
c) Jika
salah satu senyawa adalah garam ionic yang mempunyai ukuran sangat kecil jika
dibandingkan dengan yang lain, tidak akan terbentuk kisi yang rapat, dengan
kata ;lain energy kisinya rendah. Magnesium sulfat dan barium sulfat menurut
kesimpulan kedua di atas BaSO4 harusnya lebih larut sebab Ba2+ mempunyai
rapat muatan yang lebih rendah. Fakta menunjukkan bahwa MgSO4 lebih mudah
larut. Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan dari kecilnya ukuran ion Mg2+
untuk membentuk kisi yang rapat maka akan membentuk hidrat untuk menata
kisi dalam matrik sulfat.
d) Polarisasi
ion dlam Kristal. Polarisari kation oleh anion menunjukkan bahwaadanya ikatan
kovalen, sehingga kelarutan senyawa menurun.
2.1.f Kelarutan yang disebabkan oleh reaksi kimia
Pelarut
paraffin dalam minyak, zat terlarut paraffin mempertahankan karakter
molekulnya, sedagkan pelarutan seng (II) fluoride dal;am HCL terjadi karena
reaksi kimia:3
ZnF2 +
HCL → Zn2+ + 2CL- + H2F2
Dari
kedua perbedaan yang mendasar tersebut, kemungkinan pelarutan suatu zat
tersebut melibatkan transisi bertahap dari proses fisika ke proses kimia tanpa
batas yang jelas.
Reaksi-reaksi
yang membantu pelarutan kemungkinan adalah reaksi asam-basa dan reaksi redoks.
Reaksi asam-basa:
Na2O + H2O → 2NaOH
Na2O +H2O → 2Na+ + 2OH-
Al(OH)3 + NaOH → AlCl3 + 3H2O
Al(OH)3 + 2H+ → NaAlO2 + 2H2O
CaC2O4 + H+ → Ca2+ + HC2O4-
Reaksi redoks:
Al + H2O + OH- → AlO2- +
H2

Proses
ini tidak dapat diklasifikasi sebagai kelarutan seperti pada kristalisasi atau
evaporasi solven karena senyawa kimia asli tidak dapat ditemukan.
2.2.PERUBBAHAN ENERGI DALAM PEMBENTUKAN LARUTAN
Efek hidrasi dan energy kisi
Perbedaan
antara larutan dari solute nonpolar dalam solven nonpolar (menggambarkan
larutan ideal) dan campuran gas ideal adalah kemampuannya untuk melemahkan
interaksi solute-solven dan solven-solven. Dalam kasus ini, perubahan energy
bebas ∆G untuk pelarutan hanya dipengaruhi oleh perubahan entropi (∆S).
∆G = ∆H - T∆S = -T∆S
jika ∆H = 0
Untuk gas idel
campuran :
∆S = -R (x1lnx1
+ x2lnx2)
X1 dan x2 adalah
fraksi mol untuk solute dan solven
∆G = +RT (x1lnx1
+ x2lnx2)
2.2.a Kelarutan yang menyebabkan pembentukan kompleks
Beberapa
senyawa mengalami pelarutan dalam solven yang menyebabkan pembentukan kompleks.
Contohnya adalah ekstraksi slven dari kompleks logam ke dalam solven organic,
seperti pelarutan nikel (II) dalam larutan dimetilglioksim dari kloroform:
Ni2+ +2
HDMG → [Ni (DMG)2] + 2H+
Dan pelarutan timah
(II) dalam asam ditioalat dari karbon tetraklorida:
Sn2+ + 2C6H4(SH)2
→ 4H+ + [Sn(S2C6H4)2]2-
Jika garam
tak larut dilarutkan dalam air menghasilkan energi hidrasi (CaI2
=-512 Kkal /mol dan CaF2 =-1620 Kkal /mol), dan energy hidrasi kecil
( KI =-146 Kkal /mol dan LiF =-240 Kkal/mol) diketahui, menunjukkan bahwa
energy hidrasi sendiri tidak menentukan kelarutan senyawa. Energi kisi juga
harus dipertimbangkan untuk meramalkan kelarutan. Baik U maupun Hsol tergantung
pada ukuran ion, U berbanding terbalik dengan jumlah dari jari-jari kation (rc)
dan anion (ra); sedangkan Hsol adalah jumlah dari dua pernyataan yang
masing-masing berbanding terbalik dengan jari-jari ion secara individu (Za dan
Zc adalah muatan kation dan anion ).
Dari persamaan di atas , untuk ion
dengan ukuran sama energy kisi U mempunyai harga lebih tinggi daripada enersi
solvasi. Jika ukuran salah satu ion
sangat besar akan mengalami penurunan. Di sisi lain, energy solvasi murupakan
jumlah dari dua pernyataan , jika salah satunya sangat besar menyebabkan ukuran
ion lebih kecil, tetapi kemungkinan jumlah totalnya masih besar meskipun ukuran
ion yang lain besar. Sebagai contoh adalah kelarutan alkali halida (CsI paling
sukar larut sebagai Cs+ halida dan akali iodide , sedangkan LiF
adalah logam alkali fluoride yang paling sukar larut pada litium halida).
Kasus
dalam logam alkali energy hidrasi dari ion-ion utamanya.
Pertimbangan praktis dari hubungan
kelarutan dan ukuran ion adalah isolasi dengan suatu pasangan ion yang sama
besar. Maka meskipun ion [Ni(CN)5]3- ada dalam larutan,
tetapi terbentuk juga kristalisasi garam kalium K2[Ni(CN)4]H2O,
dan ion yang lebih besar terkristalisasi membentuk [Cr(H2NCH2NH2)3][Ni(CN)5].1,5H2O.
halida tersebut menunjukkan bahwa kelarutan garam meningkat dengan adanya
peningkatan perbedaan
Dalam solven non polar,energy solvasi
ion sangat lemah sehingga menyebabkan interaksi ion dipol terinduksi sangat
lemah, oleh karena itu tingginya energy kisi kristal ionik lebih besar
dibanding interraksi antara ion dengan solven sehingga padatan tiodak larut
dalam solven non polar.
Asosiasi ion
Dalam
larutan pekat, larutan elektrostatik dapat cukup besar, dimana interaksi ini
bergantung pada konstanta dielektrik solven. Jika ion-ion sangat dekat
interaksi elektrostatik kemungkinan menjadi besar disbanding gerakan termal
yang cenderung mengacaukannya, oleh karena itu, dua ion dengan muatan
berlawanan membentuk spesies netral yang dikenal dengan pasangan electron. Hal
ini berbeda dari pembentukan ikatan kovalen karena gaya tarik yang bekerja
murni elektrostatik di alam. Pasangan ion tersebut secara sistematik ditunjukkan
sebagai berikut :
A+ + B+ → (A+B-)0
Dalam
pasangar berair, pembentukan pasangan ion menjadi signifikan hanya pada
konsentrasi tinggi, tetapi dalam solven dengan € rendah, pembentukan pasangan
ion agak berbeda dari kebiasaan.
2.3
PERILAKU UMUM PELARUT
Air
adalah molekul polar non ionic, sehingga akan melarutkan sesuatu yang akan
melarutkan dengan itu. Sebenarnya molekul air terbuat dari atom oksigen dan dua
atom hydrogen. Dari kedua atom hydrogen membawa ion positif dana atom oksigen
membawa ion negative. Hal ini merupakan alas an yang sama kenapa air bias
melarutkan semua zat yang hidup dari jenis yang sama. Dengan demikian air
melarutkan lebih zat daripada zat cair yang lain.air telah lama dikenal sebagai
solven universal karena keadaan yang berlimpah dan mudah dimurnikan. Tidak ada
solven lain yang menggantikannya. Sifat-sifat yang menyebabkan air banyak
berguna sebagai pelarut adalah ketersediaannya melimpah, kemurnian, tingkat
ranah cairan yang luas, kecenderungan pelarut yang tinggi, konstanta dielektrik
yang tinggi, sifat alamlah di polar, perilaku amfoter dan
sifat-sifatfisikokimiannya yang lain. Banyak cairan lain yamg memiliki sifat yang mirip, dan biasanya dibedakan dengan
air dalam hal perilakunya.
Sifat-sifat solven pengion
Solven
pengion adalah solven atau pelarut dimana spesies ionic menjadi stabil, yang
mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Pelarut
pengion memisahkan diri ke dalam ion-ion murni sehingga memmpunyai konduktor
elektrisitas lemah.
2. Pelarut
pengion biasanya adalah molekul polar yang dapat mensolvasi ion-ion menjadi
interaksi ion dipole dan melemahkan, daya tarik antar ion yang ada dalam
Kristal padatan.
3. Pelarut
pengion mempunyai konstanta dielektrik tinggi (momen dipole tergantung pada
jarak antara ujung muatan yang berlawanan dalam suatu molekul, sedangkan
konstanta dielektrik tergantung pada tingkat orientasi antar molekul itu
sendiri dalam medan listrik untuk merusak medan)
4. Pelarut
polat cenderung untuk berasosiasi karena adanya interaksi dipo-dipol. Asosiasi
ini lebih banyak dalam so;lven protonik karena adanya ikatan hydrogen dan
mengarah ke titik didih yang lebih tinggi sehingga meningkatkan ranah larutan
5. Pelarut
seharusnya tersedia dengan mudah dan harus mempunyai ranah (range) cairan yang
cukup baik.
Klasifikasi solven
Solven
dapat diklasifikasikan dalam berbagi cara tergantung pada sifat-sifat fisika
dan kimianya.
Pelarut
protonik dan aprotik. Solven protonik dapat mengalami autoionisasi untuk
menghasilkan proton tersolvasi, sedangkan solven aprotik mengautoionisasi proton. Lebih lanjut solven protonik dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Asam
mempunyai kecendrungan yang kuat untuk mendonorkan proton
b. Basa
mempunyai afinitas kuat terhadap proton seperti amoniak
c. Amfoter
yang dapat bereaksi baik sebagai donor proton maupun akseptor proton, sepeti
air dan alcohol.
Sifat aprotik adalah
sebagai berikut:
a. Nonpolar
tidak terionisasi dan tidak tersolvasi seperti benzene, diklorometana, karbon
tetraklorida
b. Polar
tinggi dan melepaskan agen koordinasi yang baik seperti, asetonitril, dimetil
sulfoksida, dan dimetil asetamida
c. Polar
tinggi solven autoionisasi yang sangat reaktif dan sulit untuk menjaga
kemurniannya
.
2.4. Pelarut ber proton dan
pelarut tidak berproton
Tabel sifat-sifat pelarut umum
Solvent
|
||||||
Pelarut Non-Polar
|
||||||
CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3
|
69 °C
|
2.0
|
0.655 g/ml
|
|||
C6H6
|
80 °C
|
2.3
|
0.879 g/ml
|
|||
C6H5-CH3
|
111 °C
|
2.4
|
0.867 g/ml
|
|||
CH3CH2-O-CH2-CH3
|
35 °C
|
4.3
|
0.713 g/ml
|
|||
CHCl3
|
61 °C
|
4.8
|
1.498
g/ml
|
|||
CH3-C(=O)-O-CH2-CH3
|
77 °C
|
6.0
|
0.894
g/ml
|
|||
/-CH2-CH2-O-CH2-CH2-O-\
|
101 °C
|
2.3
|
1.033
g/ml
|
|||
Tetrahidrofuran (THF)
|
/-CH2-CH2-O-CH2-CH2-\
|
66 °C
|
7.5
|
0.886 g/ml
|
||
Diklorometana (DCM)
|
CH2Cl2
|
40 °C
|
9.1
|
1.326 g/ml
|
||
CH3-C(=O)-CH3
|
56 °C
|
21
|
0.786 g/ml
|
|||
Asetonitril (MeCN)
|
CH3-C≡N
|
82 °C
|
37
|
0.786 g/ml
|
||
Dimetilformamida (DMF)
|
H-C(=O)N(CH3)2
|
153 °C
|
38
|
0.944 g/ml
|
||
Dimetil
sulfoksida
(DMSO)
|
CH3-S(=O)-CH3
|
189 °C
|
47
|
1.092
|
||
Pelarut
Polar Protic
|
||||||
CH3-C(=O)OH
|
118 °C
|
6.2
|
1.049
g/ml
|
|||
CH3-CH2-CH2-CH2-OH
|
118 °C
|
18
|
0.810 g/ml
|
|||
Isopropanol (IPA)
|
CH3-CH(-OH)-CH3
|
82 °C
|
18
|
0.785 g/ml
|
||
CH3-CH2-CH2-OH
|
97 °C
|
20
|
0.803 g/ml
|
|||
CH3-CH2-OH
|
79 °C
|
30
|
0.789 g/ml
|
|||
CH3-OH
|
65 °C
|
33
|
0.791 g/ml
|
|||
H-C(=O)OH
|
100 °C
|
58
|
1.21 g/ml
|
|||
H-O-H
|
100 °C
|
80
|
1.000 g/ml
|
Pelarut dapat
dibedakan dalam 5 parameter yaitu :
1.
Konstanta dielektrikum, /0.
2.
Kemampuan pelarut untuk autoionisasi.
3.
Sifat keasaman dan kebasaan.
4. Kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi.
5.
Kemampuan pelarut untuk mengalami redoks.
Konstanta dielektrikum berkaitan dengan sifat kepolaran pelarut itu
sendiri. Pelarut yang mempunyai konstanta dielektrikum yang besar akan
lebih melarutkan senyawa polar, sebaliknya pelarut dengan konstanta
dielektrikum yang kecil akan kurang dapat melarutkan senyawa yang polar.
Pelarut yang memiliki kemampuan untuk autoionisasi antara lain adalan H2O,
HF dan PBr5. Sebagai contoh autoionisasi HF adalah :

H2F+
disebut sebagai asam konjugat dari HF sedangkan
HF2- disebut sebagai basa konjugat dari HF.
Pelarut
protik dapat terprotonasi atau terdeprotonasi. Protonasi dan deprotonasi
tergantung dari sifat keasaman dan kebasaan solut dan solven yang
digunakan. Solut ataupun solven yang kurang asam akan berperan sebagai
basa. Sebagai contoh asam klorit, HOClO akan berperan sebagai asam
bronsted kuat dalam pelarut basa, sebagai asam lemah pada pelarut air sedangkan
pada pelarut H2SO4 berperan sebagai basa. Kekuatan suatu
pelarut untuk berperan sebagai asam atau sebagai basa diukur dengan harga DN
dan AN. Suatu pelarut yang memiliki harga DN besar sedangkan harga AN kecil
menandakan pelarut lebih berperan sebagai pelarut basa.
Kemampuan pelarut untuk mengalami kompleksasi terdapat pada pelarut amoniak dan
asetonitril. Sebagai contoh: AgCl larut dalam amoniak tetapi tidak larut dalam
air karena pembentukan kompleks antara Ag+ dengan NH3.
Sedangkan AgNO3 larut dalam asetonitril karena pembentukan kompleks
antara Ag+ dengan asetonotril, MeCN.
Dibandingkan dengan H2O, HF adalah pelarut yang sulit mengalami
redoks. H2O dapat mengalami reduksi dan oksidasi yang pada suatu
saat memperlancar proses pelarutan. Contoh pelarutan dengan melalui proses
redoks adalah pelarutan XeF2 dalam H2O.
XeF2 + 2H2O
→
2Xe + O2 + 4 H+
PELARUT
|
DN
|
AN
|
|
HARNESS/SOFTNESS
|
Asam asetat
|
52,9
|
6,2
|
Hard
|
|
Aseton
|
17
|
12,5
|
20,7
|
Hard
|
Benzene
|
0,7
|
8,2
|
2,3
|
Hard
|
CCl4
|
8,6
|
2,2
|
Hard
|
|
Dietileter
|
19,2
|
3,9
|
4,3
|
Hard
|
DMSO
|
29,8
|
19,3
|
45
|
Soft
|
Etanol
|
19,0
|
37,1
|
24,3
|
Hard
|
Piridin
|
33,1
|
14,2
|
12,3
|
Sedang
|
Tetrahidrofuran
|
20,0
|
8,0
|
7,3
|
Sedang
|
Air
|
18
|
54,8
|
81,7
|
Hard
|
Keterangan : DN = Donor Number
AN = Aseptor Number
= Konstanta Dielektrum
Reaksi Anorganik dalam Medium Non Air
Reaksi dalam media amoniak
Perbedaan
pokok antara pelarut amoniak dengan pelarut air adalah :
1. Amoniak memiliki harga b.p yang lebih
rendah (-350C) dan memiliki daerah fase cair yang lebih pendek
dibandingkan air (m.p = -780 C) sehingga penggunaannya relatif
terbatas.
2. Amoniak
memiliki konstanta dielektrikum lebih rendah sehingga kurang mampu melarutkan
senyawa ionik. Sebagai contoh KCl hanya terdisosiasi 30% pada pelarut amoniak
sedangkan pada pelarut air 100% terdisosiasi.
3. Amoniak
merupakan asam lemah. Dibandingkan dengan air, amoniak memiliki kemampuan lebih
rendah untuk memprotonasi solut atau amoniak lebih bersifat basa dibandingkan
air.
Reaksi dalam media HF
Perbandingan antara pelarut HF dengan pelarut NH3 dan
H2O adalah :
|
: HF
H2O > NH3
|
b.p.
|
: HF
< H2O > NH3
|
rentang fase cair
|
: HF
H2O > NH3
|
Sifat yang sangat menonjol dari HF adalah ikatan hidrogen yang sangat kuat
sehingga sebenarnya HF selalu dalam keadaan dimer. HF sebagai pelarut ada
sebagai asam konjugat atau basa konjugat, tergantung pada keasaman atau
kebasaan solut. Jika solut lebih bersifat asam dibandingkan HF maka pelarut ada
sebagai asam konjugat, sebaliknya jika solut lebih basa maka pelarut ada sebagai
basa konjugat. HF memiliki sifat sulit teroksidasi maupun tereduksi sehingga
spesies-spesies yang pada pelarut air maupun amoniak tereduksi ataupun
teroksidasi maka pada pelarut HF lebih stabil. Penstabilam spesies MnO4-
dapat dilakukan dengan pelarut HF:
MnO4-
+ 5 HF →
MnO3F + H3O+
+ 2HF2-
Penanganan pelarut HF tidak diperbolehkan menggunakan wadah terbuat dari gelas
(SiO2) melainkan menggunakan wadah polipropilen atau polietilen
untuk menghindari reaksi antara pelarut dengan wadah sebagai berikut:
SiO2
+
8HF →
SiF4 + 2H3O+ + 2HF2-
Reaksi dalam media asetonitril
Asetonotril, CH3CN, memiliki polaritas dan momen dipol besar dengan konstanta dielektrikum 36. Dari sifat dasar tersebut maka kelarutan solut pada asetonitril meningkat dengan meningkatnya polaritas anion. Kelarutan garam dengan ukuran kecil cenderung lebih rendah daripada kelarutan garam dengan anion berukuran besar. Pada sistem larutan yang menghendaki pemisahan muatan kation-anion terlarut maka peggunaan pelarut asetonitril sangatlah cocok.
Asetonitril mampu membentuk kompleks relatif kuat dengan solutya dengan pendonoran dari atom N, sama halnya dengan pelarut NH3. Contohnya terjadi pada pelarutan HgI2.

Kemampuan pendonoran elektron dari
asetonitril terlihat dari data harga Kb (konstanta kebasaan) dari NH3
yang sangat kecil jika pada pelarut asetonitril dibandingkan harga Kb NH3
pada pelarut air.
Pelarut
|
H2O
|
CH3CN
|
PKb
|
4,7
|
16,5
|
Kb
|
10-4,7
|
10-16,5
|
Pada pelarut air NH3 lebih basa dibandingkan pada
pelarut asetonitril.
Reaksi dalam media lelehan logam
Ada beberapa alasan mengapa lelehan garam merupakan media yang berguna untuk
suatu reaksi yaitu:
1.
Lelehan garam dapat melarutkan solut yang bersifat ionik, polar, non polar dan
ikatan logam.
2. Fase
cair dari pelarut ada pada daerah temperatur yang lebar.
3.
Banyak reaksi dapat dilakukan dengan media lelehan garam seperti: raksi asam
basa, reaksi oksidasi reduksi, rekasi kompleksasi, dan reaksi substitusi.
Beberapa lelehan garam yang sering digunakan adalah:
NaCl(l) →
Na+(l) + Cl-(l)
Pelarut ionik
Konduktivitas: 8000 -1 cm-1 AsCl3(l) → AsCl2+
(l) + AsCl4-
(l)
Pelarut kovalen
Konduktivitas: 10-3 -1 cm-1
Pelarut lelehan garam biasanya digunakan pada reaksi dengan
temperatur tinggi.
Amonia (NH3)
Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3. Biasanya senyawa ini
didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau amonia). Walaupun
amonia memiliki sumbangan penting bagi keberadaan nutrisi di bumi, amonia
sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Administrasi Keselamatan
dan Kesehatan Pekerjaan Amerika Serikat memberikan batas 15 menit bagi kontak
dengan amonia dalam gas berkonsentrasi 35
ppm volum, atau 8 jam untuk 25 ppm volum. Kontak dengan gas amonia
berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan
kematian. Sekalipun amonia di AS diatur sebagai gas tak mudah terbakar, amonia
masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup, dan
pengangkutan amonia berjumlah lebih besar dari 3.500 galon (13,248 L) harus
disertai surat izin.
Amonia yang digunakan secara komersial dinamakan amonia
anhidrat. Istilah ini menunjukkan tidak adanya air pada bahan tersebut. Karena
amonia mendidih di suhu -33 °C, cairan amonia harus disimpan dalam tekanan
tinggi atau temperatur amat rendah. Walaupun begitu, kalor penguapannya amat
tinggi sehingga dapat ditangani dengan tabung reaksi biasa di dalam
sungkup asap. "Amonia rumah" atau amonium hidroksida adalah larutan
NH3 dalam air. Konsentrasi larutan tersebut diukur dalam satuan baumé. Produk
larutan komersial amonia berkonsentrasi tinggi biasanya memiliki konsentrasi 26
derajat baumé (sekitar 30 persen berat amonia pada 15.5 °C). Amonia yang berada
di rumah biasanya memiliki konsentrasi 5 hingga 10 persen berat amonia. Amonia umumnya bersifat basa (pKb=4.75),
namun dapat juga bertindak sebagai asam yang
amat lemah (pKa=9.25).
UMUM
|
|
Nama Sistematis
|
Amonia
|
Nama Lain
|
Hidrogen nitride
Spiritus Hartshorn
Nitrosil
Vaporol
|
Rumus Molekul
|
NH3
|
Massa Molar
|
17.0306 g/mol
|
Penampilan
|
Gas tak berwarna
Berbau tajam
|
SIFAT-SIFAT
|
|
Massa Jenis dan Fase
|
0.6942 g/L, gas
|
Kelarutan dalam Air
|
89.9 g/100 ml pada 0 °C
|
Titik Lebur
|
-77.73 °C (195.42 K)
|
Temperatur
|
651 °C
|
Titik Didih
|
-33.34 °C (239.81 K)
|
Keasaman (pka)
|
9.25
|
Kebasaan (pkb)
|
4.75
|
STRUKTUR
|
|
Bentuk Molekul
|
Piramida segitiga
|
Momen Dipol
|
1.42 D
|
Sudut Ikatan
|
107.5°
|
Amonia, NH3, adalah gas beracun dan tak bewarna (mp -77.7o C dan
bp -33.4o C) dengan bau mengiritasi yang khas. Walaupun gas ini digunakan dalam
banyak kasus sebagai larutan amonia dalam air, yakni dengan dilarutkan dalam
air, amonia cair juga digunakan sebagai pelarut non-air untuk reaksi khusus.
Sejak dikembangkannya proses Harber-Bosch untuk sintesis amonia di tahun 1913,
amonia telah menjadi senyawa yang paling penting dalam industri kimia dan
digunakan sebagai bahan baku banyak senyawa yang mengandung nitrogen.
Amonia juga digunakan sebagai refrigeran (di lemari pendingin).
Amonia merupakan suatu pembelajaran yang lebih mendalam dibandingkan pelarut non-aqueous
lainnya. Sifat fisika amonia menyerupai air kecuali konstanta dielektriknya
yang lebih kecil. Konstanta dielektrik yang lebih rendah mengakibatkan turunnya
kemampuan secara umum untuk melarutkan senyawa ion, terutama mengandung ion
yang tinggi (misalnya karbonat, sulfat, dan pospat yang dapat larut). Dalam
beberapa pelarut, daya larut nya lebih tinggi daripada konstanta dielektrik
basa dan di dalam beberapa kasus konstanta dielektrik ini dapat menstabilkan
interaksi antara daya larut dan amonia yang merupakan 1 jenis interaksi antara
ion logam seperti Ni2+, Cu2+, dan Zn2+ serta
molekul amonia yang bertindak sebagai ligan.
Dalam ringkasan, ilmu kimia larutan amonia mirip dengan larutan air. Perbedaan
yang prinsip adalah bertambahnya kebasaan amonia dan dalam mereduksi konstanta
dielektrik. Hal ini tidak hanya mengurangi daya larut pada bahan ion, tetapi
juga menaikkan pembentukan sepasang ion dan sekelompok ion.
Reaksi
larutan ammonia
Selain air, amonia juga sebagai
pelarut yang digunakan untuk reaksi kimia, dipastikan bahwa pengklasifikasi
pada reaksi yang menggunakan pelarut amonia memiliki kemiripan dengan air. Ada
beberapa reaksi yang dapat dilakukan dengan menggunakan amonia, yaitu :
Reaksi asam dan basa.

(asam) (basa konjugasi)
(asam konjugasi)
(basa)
Dari reaksi tersebut dapat dikatakan bahwa ion amonium sebagai
asam dan ion hamida sebagai basa dalam larutan amonia.
Reaksi Redoks
Reaksi redoks Adalah reaksi
oksidasi-reduksi larutan amonia yang terdapat didalam air. Ketika gas oksigen
bergerak lambat melarutkan larutan logam sodium di dalam cairan
amonia, produk pertama yang dihasilkan adalah hidroksida dan amida, selanjutnya
diikuti oleh oksidasi yang terdapat dalam amida yang diubah ke dalam nitrat.


Reaksi Pembentukan/mempercepat reaksi
Reaksi pembentukan adalah ionisasi zat
yang terkandung dalam amonia diproses sama dengan
perubahan yang terjadi dalam larutan air. Larutan amonia dapat mengubah suatu
larutan yang tidak dapat dipecahkan dalam air secara baik. Larutan
ammonia yang dilarutkan dengan potassium iodida dan ammonium klorida
dapat dilihat dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

Reaksi Penguraian
Reaksi ini biasanya lebih tertuju pada
penguraian ammonia atau reaksi ammonolitik dan didefinisikan sebagai
metathetical (pengganti) reaksi di dalam ammonia sebagai reaktan.

Bromin Trifluorida (BrF3)
Bromin Trifluorida adalah
pelarut anorganik pengion yang kuat dan merupakan padatan berwarna kuning yang
memiliki titik beku pada suhu 90C serta titik didih 1260C.
BrF3 hanya terdapat pada pelarut aprotik untuk dipostulasikan secara
ionisasi pada BrF3 yang didukung oleh isolasi dan karakterisasi
dengan difraksi sinar-X asam dan basa, dan menggunakan titrasi
konduktimetrik pada BrF3. Konduktifitas tertentu
dari BrF3 adalah 8 x 10-3 ohm-1 cm-1 pada 250C.
Permitivitas relatif sekitar 107. Proses ionisasi terjadi sesuai dengan
persamaan sebagai berikut :

Dari proses ionisasi
tersebut, produk yang dihasilkan berupa BrF2+ yang
bertindak sebagai asam dan BrF4- sebagai basa. Walaupun
tidak seperti air, banyak garam fluorida mudah larut dalam larutan bromin
trifluorida dan akan bereaksi membentuk basa konjugasi (solvobase). Jadi, di
dalam BrF3, suatu basa adalah garam yang menyediakan ion F-,
yaitu seperti kalium fluorida (KF) yang
bertindak sebagai basa dalam larutan BrF3, dengan persamaan reaksi
sebagai berikut :
KF + BrF3 → KBrF4 (basa konjugasi)
Selain itu, logam alkali barium dan perak (I) flourida merupakan kombinasi
pelarut untuk membentuk polihalida yang terdiri dari ion planar BrF4-
seperti KBrF4, Ba[BrF4]2, AgBrF4.
Antimonium (V), Tin (IV), dan emas (III) fluorida juga berkombinasi dengan BrF3,
hasil dari antimonium
pentafluorida
ditunjukkan menjadi (BrF2)+[SbF6]-,
dengan kation dan anion oktahedral yang teratur dan dengan persamaan senyawa
yang dibentuk dari halida lain yang dirumuskan (BrF2+)2
[SnF6]2- dan (BrF2+) [AuF4]-.
Pengukuran konduktifitas larutan yang terdiri dari (BrF2)[SbF6]
dan AgBrF4 atau (BrF2)2[SnF6] dan
KBrF4 yang menunjukkan nilai minimum pada reaksi 1:1 dan 1:2.
Dari perbandingan molar tersebut dengan demikian dapat mendukung rumus
reaksi netralisasi sebagai berikut :


Dinitrogen Tetroksida (N2O4)
Pelarut N2O4
adalah pelarut aprotik non-air yang memiliki titik lebur -120C-210C
dan permitivitas relatif hanya 2,4 (sehingga merupakan pelarut yang buruk untuk
sebagian besar senyawa anorganik). Reaksi persamaan asam-basa dari pelarut N2O4
adalah :
N2O4 → NO+ (nitrosonium) + NO3-
(nitrat)
(asam)
(basa)
Dari reaksi asam-basa di atas, dapat dijelaskan bahwa asam
adalah senyawa yang meningkatkan konsentrasi (positif) ion
solvonium, dan basa adalah senyawa yang menghasilkan peningkatan (negatif) ion
solvate, di mana solvonium
dan solvate adalah
ion yang ditemukan dalam pelarut
murni dalam
kesetimbangan dengan molekul netralnya. Ionisasi dinitrogen
tetroksida menurut persamaan di atas
juga sangat kecil, yaitu hanya 2 x 10-13 ohm-1 cm-1
pada 170C. Kehadiran ion nitrat dalam pelarut cair ditandai dengan
pertukaran nitrat antara dinitrogen tetroksida cair dan nitrat tetraetilamonium
(yang larut karena energi kisi yang sangat rendah). Logam seperti lithium dan
natrium bereaksi dengan cairan untuk membebaskan oksida nitrat, misalnya :

Logam yang kurang reaktif dapat bereaksi cepat jika nitrosil klorida, nitrat tetraetilamonium,
atau molekul donor organik seperti asetonitril atau kehadiran etil asetat.
Nitrosyl klorida dapat dianggap sebagai asam yang sangat lemah dalam N2O4
cair yang didasarkan oleh Tetraetilamonium nitrat pada logam seperti seng dan
aluminium yang muncul dari pembentukan kompleks nitrat dengan reaksi sebagai
berikut :

Molekul donor organik tampaknya bertindak dengan meningkatkan derajat ionisasi
dirinya sendiri dari pelarut koordinasi dengan kation NO+. Jadi
asetonitril atau etil asetat-dinitrogen tetroksida mudah melarutkan tembaga,
besi dan seng dengan pembentukan asam NO[Cu(NO3)3].

Adanya kation NO+ dalam zat ini ditunjukkan oleh karakteristik
penyerapan inframerah sekitar 2300 cm-1. Analogi turunan logam
lainnya yang diperoleh melalui kerja tetroksida dinitrogen pada karbonil logam,
seperti :

Hidrogen Fluorida (HF)
Hidrogen fluorida, HF, adalah gas tak bewarna, berasap, bertitik didih rendah
(mp -83o C dan bp 19.5o C), dengan bau yang mengiritasi. Gas ini biasa
digunakan untuk mempreparasi senyawa anorganik dan organik yang mengandung
fluor. Karena permitivi-tasnya yang tinggi, senyawa ini dapat digunakan
sebagai pelarut non-air yang khusus. Larutan dalam air gas ini disebut
asam fluorat dan disimpan dalam wadah polietilen karena asam ini menyerang
gelas.
Hidrogen fluorida berbentuk kaca dan telah diaplikasikan bukan
hanya sebagai bahan pelarut mengandung air secara komparatif, hal ini dapat
diatasi dengan mengurangi gangguan yang banyak mengandung fluor (seperti polytetrafluorethylene),
jika fluor dalam keadaan kering, pada tembaga dan stainless steel memiliki
ruang hampa. HF padat yaitu dari -890C-19,50C dan memiliki
permitivitas relatif dari 84 pada 00C, serta konduktivitas spesifik
pada suhunya adalah sekitar 10-6ohm -1 cm-1.
Tetapan kesetimbangan untuk
ionisasi HF
sesuai dengan persamaan berikut :
3HF →
H2F+
+ HF2-
(asam) (basa)
Konstanta keseimbangan HF kira-kira 10-12-0oC.
Hidrogen fluorida adalah ikatan hidrogen yang sangat kuat, tetapi HF hanya
memiliki 1H per molekul, membentuk rantai dan cincin dari berbagai ukuran dalam
siklus tertentu (HF)6, bertahan dalam uap, sehingga nilai untuk
titik didihnya relatif rendah (perlu dicatat bahwa hidrogen halida lainnya yang
tidak terikat hidrogen, jauh lebih mudah menguap).
Kebanyakan garam diubah menjadi fluorida oleh cairan fluorida
hidrogen dan hanya beberapa yang larut diantaranya adalah alkali tanah, alkali,
perak, dan thalium. Fluorida larut untuk membentuk asam fluorida misalnya K[HF2],
K[H2F3]; fluor pertama kali diisolasi oleh
elektrolisis dan menyatu dengan K[HF2]. Asam anorganik dan
organik biasanya terprotonasi
seperti asam
asetik membentuk CH3C(OH)2+HF2-
beberapa molekul fluorida. Namun, bertindak sebagai akseptor ion fluorida yang
mengarah pada pembentukan kation H2F+ dan mengandung
larutan asam yang sangat kuat, misalnya :
2HF + SbF5 → H2F+[SbF6]-
2HF + AsF5 → H2F+[AsF6]-
2HF + AsF5 → H2F+[AsF6]-
Fosfor pentafluorida H2F+[PF6]-
dan boron trifluorida H2F+[BF4]-
hanya untuk ukuran kecil sebagai asam lemah dalam media ini. Elektrolisis dalam
cairan fluorida hidrogen merupakan jalur penting untuk persiapan senyawa fluor
baik secara organik dan anorganik. Jadi, oksidasi anodik hasil fluorida amonium
NFH2, NF2H, dan NF3 dari hasil H2O
menghasilkan OF2 dan dari CH3COOH, (C2H5)2O,
dan (CH3)3N menghasilkan CF3COOH, (C2F5)2O,
dan (CF3)3N.
Superasam
Ada sejumlah zat cair yang
sifat asamnya nyata, yaitu sekitar 106-1010 kali
dibandingkan larutan pekat asam seperti asam nitrat dan asam sulfat yang
dikenal dengan nama asam super
(superacid) yang terdiri dari asam kuat Bronsted, asam
kuat Lewis, atau kombinasi dari asam kuat keduanya. Konsentrasi ion hidrogen
dan pH hanya dapat dilihat dalam larutan encer asam dalam pelarut air. Keasaman
dalam larutan pekat dan pelarut non-air diukur dengan menggunakan fungsi
keasaman Hammett. Fungsi ini memungkinkan pengukuran keasaman berbagai asam
dalam pelarut non-air. Fungsi keasaman Hammett dalam kesetimbangan, yaitu :
B + H + → BH+


B
Ket:
B = indikator basa
BH+ = bentuk terprotonnya
pKBH+ = log K bagi disosiasi BH+
Perbandingan BH+ dapat diukur secara spektrofotometri.
B Dalam larutan encer :
KBH+ = [B] [H+]
[BH+]
Ho = - log [B] [H+] – log [BH+] = - log [H+] = pH
[BH+] [B]
Asam dengan -H0
lebih dari 6 disebut super asam. Asam ini 106 kali lebih kuat dari
larutan asam kuat 1 molar. -H0 untuk asam sulfat murni adalah
12.1, 21.1 untuk larutan HF dalam SbF5, dan 26.5 untuk kombinasi HSO3F
dan SbF5. Superasam mempunyai kemampuan untuk mengambil H- dari
hidrokarbon dan melakukan pertukaran H-D dan pemotongan ikatan C-C, dsb.
Berikut adalah persamaan reaksi superacid yang terjadi pada
campuran HSO3F dan SbF5
(asam lewis) (H0 = -19.2) :
SbF5 + 2HSO3F → FSO3SbF5-
+ H2SO3F+
(magic
acid)
Selain itu, reaksi
superacid terkuat
diketahui terdapat dalam larutan asam fluoroantimon (H0=
-31.3) yang merupakan kombinasi dari antimon pentafluorida (asam lewis) dan hidrogen
fluorida dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
SbF5 + 2HF → H2F+ +
SbF6-
Fungsi Keasaman Hammet
Fungsi keasaman Hammet adalah sebuah pengukuran keasaman yang
digunakan untuk larutan asam kuat yang sangat pekat, meliputi superasam. Dalam
larutan seperti itu, pendekatan yang sederhana seperti persamaan
Henderson-Hasselbalch tidak lagi berlaku oleh karena variasi koefisien
keaktifan di larutan yang sangat pekat. Fungsi keasaman Hammet digunakan di
bidang-bidang seperti kimia organik fisik dalam kajian reaksi yang dikatalisasi
oleh asam karena beberapa reaksi ini menggunakan asam yang sangat pekat, atau
bahkan asam murni. Fungsi keasaman Hammett, H0, digunakan sebagai pengganti pH.
Ia didefinisikan sebagai:
dengan a adalah keaktifan, dan γ adalah koefisien keaktifan basa
B dan konjugat asamnya BH+. H0 dapat dihitung menggunakan persamaan yang mirip
dengan persamaan Henderson-Hasselbalch:
dengan pKBH+ adalah
−log(K) untuk disosiasi BH+. Dengan menggunakan basa yang memiliki nilai pKBH+
yang sangat negatif, skala H0 dapat diperluas sampai dengan nilai yang negatif.
Hammett pertama kali menggunakan sederet anilina dengan gugus penarik-elektron
sebagai basa.
Pada skala ini, asam sulfat murni (18.4 M) mempunyai nilai H0 −12, dan asam
pirosulfat mempunyai nilai H0 ~ −15.[2] Perlu diperhatikan bahwa fungsi
keasaman Hammet menghindari air dalam persamaannya. Ia merupakan perampatan
(generalization) skala pH. Dalam larutan yang encer, nilai pH hampir sama
dengan nilai H0. Dengan menggunakan pengukuran kuantitatif keasaman yang tidak
bergantung pada pelarut, implikasi dari efek perataan bisa dihilangkan,
sehingga adalah mungkin untuk secara langsung membandingkan keasaman
senyawa-senyawa yang berbeda. Dengan menggunakan pKa, HF lebih lemah daripada
HCl dalam air, namun ia akan menjadi lebih kuar dari HCl dalam asam asetat
glasial; namun HF murni "lebih kuat" dari HCl karena H0 dari HF murni
lebih tinggi dari HCl murni.)
H0 untuk beberapa asam
pekat :
Asam fluoroantimonat: −31.3
Asam ajaib: −19.2
Superasam karborana: −18.0
Asam florosulfat: −15.1
Asam triflat: −14.9
Asam sulfat −12.0
Untuk campuran (misalnya asam yang diencerkan di air), fungsi keasaman
bergantung pada komposisi campuran dan harus ditentukan secara empiris. Grafik
H0 vs fraksi mol dapat ditemukan pada beberapa literatur.
Walaupun fungsi keasaman Hammet dikenal baik untuk fungsi keasaman,
fungsi-fungsi keasaman lainnya juga telah dikembangkan oleh Arnett, Cox,
Katrizky, Yates, dan Stevens.
Asam
sulfat
Lebih
tingginya konstanta dielektrik asam sulfat (€r = 100 ± 10) seharusnya menyebabkan
asam sulfat lebih baik dari pada air untuk melarutkan solute ionic, tetapi
tingginya visikositas (245,4 milipoise, kira-kira 25 x dibanding air)
menyebabkan kelarutan dan kristalisasi solute merupakan proses yang lambat.
Demikian juga adanya kesulitan untuk memindahkan solven yang menempel pada
kristal.
Halnya
karakter asam-basa dari solute dalam medium ini yang kelihatannya menjadi
penting, karena terautoionisasi menjadi:
2H2SO4
→ H3SO4 + HSO4-
Semua
spesies yang bersifat basa dalam air juga dapat bersifat basa dalam asam sulfat
OH-
+ H2SO4 → HSO4- + H3O+
NH3
+ H2SO4 → HSO4-
+ NH4+
Asam Fluorida
Tingginya
konstanta dielektrik, kuatnya ikatan hydrogen dan sifat-sifat fisik yang lain dari asam fluoride membuat solven
ini mirip dengan air, HF mempunyai kekuatan solvasi yang rendahdan hanya
melarutkan sedikit garam yang tidak bereaksi dengan reaktivitas kimianya yang
ekstrem, membatasi kegunaannya sebagai solven disbanding air dan amoniak.
Solute
larut dalam HF karena:
1.
Disosiani ionic
2.
Reaksi kimia
Hanya
fluoride, fluoborat dan perklorat larut dalam HF tetapi tidak bereaksi.
Kebanyakan halide tidak larut dan tidak terpengaruh dan bereaksi dengan
pelepasan hydrogen dalam solven. Oksida dan hidroksida bereaksi hebat membentuk air dan fluoride, sulfat dari Na
atau K ( yang lainya tidak larut) pertama menghasilkan asam sulfat yang
kemudian bereaksi lambat memberikan f;uorofosfat.
Asam Asetat
Meskipun
asam asetat tidak seperti air, dengan titik lebur 289.8 K, titik didih 391 K,
stabilitas dan sifat alamiah yang nontoksik menjadikan asam asetat solven yang
baik. Asam asetat anhydrous sulit dijaga dari sifat higroskopisnya yang tinggi.
Meskipun berasosiasi, momem dipole asam asetat adalah nol sebab
terjadinyadimerisasi dalam keadaan cairan. Karena konstanta dielektriknya
rendah (€r:7,14) asam asetat diramalkan merupakan agen yang kurang mensolvasi
dan beberapa garam pelarut dalam medium ini.
Asam sianida
HCN
mempunyai titik didih rendah (299 K) dengan berat molekul rendah, konstanta
dielektriknya tinggi dan momen dipole tinggi dan ikatan hydrogen yang luas,
seharusnya menjadikannya sebagai agen pensolvasi yang baik seperti air. Tetpai
ternyata HCN kurang baik untuk melarutkan senyawa ionic, tetapi dapat
melarutkan sebagian besar senyawa kovalen.
Asam Sulfida
Sulfur
merupakan unsure sesudah oksigen dalam susunan periodic, dan sifat-sifat
solvenya sudah dipelajari. Ranah cairan dari asam sulfide beracun (188-212 K)
merupakan keterbatasan untuk mempelajari sifat-sifat solvennya secara nyata.
Rendahnya momen dipole dan konstanta dielektrik menyebabkan rendahnya kelarutan
garam ionic. Solute dapat larut dalam asam sulfide karena solvasi sederhana,
protonasi, solvolisis atau reaksi kimia.
Leburan Garam
Leburan
garam juga merupakan solven non air.
Perbedaannya adalah diperlukan terperatur yang lebih tinggi untuk menjaganya
tetap pada fase cairan.perbedaan yang sangat nyata dari kimia larutan dengan
leburan garam adalah:
a.
Struktur leburnya terikat kuat
b.
Secara alamiah bersifat stabil
c.
Konsentrasi ion solven lebih tinggi
dalamleburan
d.
Mempunyai ketahanan bersama untuk
destruksi
Secara
umum leburan garam diklasifikasikan menjadi:
a.
Logam alkali halide ionic
b.
Halide yang terikat kovalen (terutama
merkuri halida) yang mempunyai beberapa autoionisasi dalam keadaan melebur.
c.
Larutan logam yang lebih baik dipelajari
sebagai system fase
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kelarutan
senyawa atau proses melarut adalah suatu proses perubahan dari zat awal kedalam
medium, sedangkan larutan adalah suatu sistem
campuran homogeny dari dua zat atau lebih dan partikel di dalam larutan
memiliki ukuran/dimensi molecular.
Komponen kimia yang ada dalam jumlah kecil
dinyatakan sebagai zat terlarut atau solut, sedangkan komponen yang ada dalam
jumlah yang lebih besar dinyatakan sebagai pelarut solven.
DAFTAR PUSTAKA
Sriyanti,
Taslimah.2002.Buku Ajar Reaksi Anorganik. Semarang; Universitas
Diponegoro
Manku,
G.S., 1980, “Theoritical Principles of Inoganic Chemistry, Mc Graw Hill,
Singapore
Gilreath,
S.E, 1988, “Fundamental Concepts of Inorganic Chemistry, Mc Graw Hill Book
Company, Singapore
Sharpe,
A. G. 1991. Inorganic Chemistry. Longman Scientific and Technical.
Singapore. 196-208
Huheey, J. E. 1978. Inorganic Chemistry Principles of
Structure and Reactivity. ed 2. Harper and Row Publishers. New York.
291-295.
No comments:
Post a Comment