BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Adanya
kemampuan dari tanaman untuk menghasilkan produk sampingan atau metabolit
sekunder memungkinkan tanaman dapat dijadikan sebagai biofungisida. Menurut
Margaret & Brian (1981) sejumlah metabolit sekunder juga digunakan sebagai
fungisida atau antibiotik untuk melindungi tanaman dari serangan jamur atau
bakteri.
Kandungan pada
daun-daunan yang memiliki komponen kimia : flavonoid, minyak atsiri dan tanin.
Ketiga senyawa tersebut diduga memiliki aktivitas antimikroba dengan cara
mengkoagulasikan protein yang
akhirnya dapat mengganggu
permeabilitas membran sel dan menyebabkan inaktivasi fungsi materi genetik bakteri.
Kandungan kimia yang terdapat dalam daun-daunan adalah minyak
atsiri (0,05%) yang mengandung sitral dan eugenol, tannin, dan flavonoid.
Minyak atsiri, alkaloid dan flavonoid
berdasarkan penelitian dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia
coli dan Staphilococcus aureus, dengan demikian tumbuhan yang
mengandung minyak atsiri, alkaloid, dan flavonoid mungkin bersifat antidiare
karena bersifat antibakteri. Daun salam telah terbukti dalam percobaan
bersifat antidiare, menghambat pertumbuhan bakteri dan mengurangi kontraksi
usus.
Kultivasi jamur makroskopis (mushrooms)
pada medium cair dengan proses fermentasi(submerged
cultured) telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir ini untuk
mendapatkan biomassa miselium dan filtrat kulturnya. Tiga jenis medium
fermentasi yang dapat digunakan untuk produksi metabolit bioaktif mushrooms
yaitu Kauffman Medium (KM), Medium Glucose, Yeast extract, Malt extract, Thiamin (GYMT), dan medium
Yeast extract, Malt extract.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana Mekanisme zat antimikroba
terhadap bakteri ?
2.
Bagaimana Mekanisme zat antimikroba
terhadap Fungi ?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui Mekanisme zat
antimikroba terhadap bakteri.
2.
Untuk mengetahui Mekanisme zat
antimikroba terhadap Fungi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Struktur
Bakteri dan Jamur
1.
Struktur
Dinding Sel Bakteri
Dinding sel
adalah lapisan yang mengelilingi beberapa jenis sel. Dinding sel strukturnya kuat,
fleksibel, namun terkadang kaku. Dinding sel terletak di luar membran sel dan melindungi sel,
disamping bertindak sebagai penyaring. Fungsi utama dari dinding sel adalah
sebagai penahan tekanan berlebihan ketika air memasuki sel. Dinding sel
ditemukan pada sel tumbuhan, bakteri, jamur, alga, dan beberapa archaebacteria. Dinding sel menyebabkan
sel tidak dapat bergerak dan berkembang bebas, layaknya sel tumbuhan. Namun
demikian, hal ini berakibat positif karena dinding-dinding sel dapat memberikan
dukungan, perlindungan dan penyaring (filter) bagi struktur dan fungsi sel
sendiri. Dinding sel mencegah kelebihan air yang masuk ke dalam sel. Kandungan
di dalam dinding sel bervariasi antar spesies, dan dapat juga berbeda
tergantung pada jenis sel dan tahap perkembangannya. Dalam bakteri,
peptidoglikan membentuk dinding sel.
Menurut jenis bakteri, terdapat 2 jenis penyusun dinding sel bakteri, yaitu
Murein dan Pseudomurein. Murein merupkan komponen utama dinding sel bakteri
yang bersifat kaku dan bertanggungjawab untuk menjaga integritas sel serta
menentukan bentuknya. Murein disebut juga dengan peptidoglikan.
Peptidoglikan (murein) adalah polisakarida yang terdiri dari dua gula
turunan yaitu asam-N-asetil glukosamin serta asam-N-asetil muramat yang
dihubungkan ikatan β-1,4, dan sebuah rantai peptida pendek yang contohnya
terdiri dari asam amino l-alanin, d-alanin, d-asam glutamat, dan baik l-lisin
atau asam diaminopimelik (DAP)-asam amino langka yang hanya ditemukan pada
dinding sel prokariot.
a.
Peptidogligan (murein)
Gambar
2.1 Struktur Peptidoglikan (murein)
Struktur dasar peptidoglikan adalah sebuah selubung yang menyelimuti sel
yang tersusun dari utas-utas peptidoglikan yang berdampingan satu sama lain dan
dihubungkan dengan ikatan silang tetrapeptida yang terbuat dari asam amino.
Peptidoglikan hanya ditemukan pada spesies bakteri, namun tidak semua
bakteri memiliki DAP pada peptidoglikannya. Peptidoglikan ditemukan baik pada
bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, tetapi dengan struktur yang
sedikit berbeda. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tersusun dari
lapisan peptidoglikan yang lebih tebal, sedangkan bakteri gram negatif memiliki
lapisan peptidoglikan yang lebih tipis dan mempunyai struktur lipopolisakarida
yang tebal.
Gambar 2.2 Dinding Sel
Bakteri
Pembentukan struktur peptidoglikan itu dibantu oleh enzim transpeptidase yang berfungsi untuk
nyambung antara 1 unit peptidoglikan dengan yg lainnya. Dengan adanya
peptidoglikan tersebut, dinding sel lebih kokoh dan bakteri bisa hidup di
kondisi yg tekanan osmosisnya tidak sesuai dengan kondisi di dalam sel. Selain
transpeptidase, ada juga yg namanya Penicillin
Binding Proteins (PBPs) yang juga terlibat dalam sintesis peptidoglikan. Peptidoglikan memimiliki beberapa kegunaan atau
fungsi antar lain:
1)
Peptidoglikan memungkinkan bakteri mempertahankan
bentuknya.
2)
Peptidoglikan memungkinkan menahan tekanan osmotik
perlawanan sampai 20 atmosfir.
3)
Merupakan antigen, memungkinkan pembentukan Ig pada
manusia.
4)
Karena sensitif, peptidoglikan hanya untuk disinfektan
berbasis fenol.
5)
Stimulator imunitas/daya tahan tubuh berperan sebagai
adjuvan.
6)
Merupakan substrat dari imunitas yang tidak spesifik,
dihancurkan oleh enzim bakteriofaga dan lisozim tertentu.
b.
Pseudomurein
Gambar
2.3 Struktur pseudomurein
Bakteri methanogen mempunyai dinding dengan
pseudomurein, sebuah peptidoglikan yang mempunyai L-asam amino pada struktur
cross link. Hal yang paling membedakan kenampakan dari membrane arkhaebacteria
adalah sifat alami dari lipid membrannya. Mereka berbeda baik eubacteria maupun
eukariot dalam mempunyai rantai hidrokarbon bercabang yang tertanam pada
gliserol dengan ikatan eter daripada ikatan ester. Lipid polar kadang-kadang
nampak pada membrane arkhaebacteria, seperti phospolipid, sulfolipid, dan
glikolipid. Sekitar tujuh sampai tiga puluh persen lipid membrane
arkhaebacteria adalah lipid nonpolar yang merupakan derivatik squalene. Lipid
ini dapat berkombinasi dengan berbagai cara untuk membentuk kekakuan membrane
dan ketebalannya.
2.
Struktur
Dinding Sel Jamur
Jamur
merupakan organisme eukariot, memiliki inti sel, memiliki dinding sel dari zat
kitin heterotrof dan berukuran mikroskopis/makroskopis. Kebanyakan
jamur memiliki dinding sel yang terdiri dari kitin dan polisakarida. Jamur
tidak memiliki selulosa di dinding sel mereka. Dinding sel jamur terdiri dari
beberapa lapisan yaitu Lapisan kitin,Lapisan β-1,3-glucan,Lapisan mannoprotein.Zat kitin tersusun atas polisakarida yang mengandung
nitrogen, bersifat kuat, tetapi fleksibel. Zat kitin pada jamur mirip dengan zat
kitin yang ditemukan pada kerangka luar serangga atau Arthropoda lain. Fungi
tidak memiliki klorofil, oleh karena itu fungi tergolong organisme heterotrof.
Meskipun bersifat heterotrof, fungi tidak mencerna makanannya di dalam tubuh.
B. Jenis – Jenis Bakteri dan Jamur
1.
Bakteri
Gram Positif dan Gram Negatif
Gambar 2.4 Bakteri Gram Positif Gambar
2.5 Bakteri Gram Negatif
Gram-positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna kristal violet sewaktu proses pewarnaan Gram sehingga akan
berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop. Disisi lain,
bakteri gram-negatif akan berwarna merah atau merah muda. Perbedaan
keduanya didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel yang berbeda
dan dapat dinyatakan oleh prosedur pewarnaan Gram. Prosedur ini ditemukan pada
tahun 1884 oleh ilmuwan Denmark bernama Christian Gram dan merupakan prosedur
penting dalam klasifikasi bakteri.
Bakteri gram
positif seperti Staphylococcus aureus (bakteri patogen yang umum pada
manusia) hanya mempunyai membran plasma tunggal yang
dikelilingi dinding sel tebal berupa peptidoglikan. Sekitar 90 persen dari
dinding sel tersebut tersusun atas peptidoglikan sedangkan
sisanya berupa molekul lain bernama asam teikhoat. Di sisi lain, bakteri gram negatif (seperti E. coli) memiliki sistem
membran ganda di mana membran pasmanya diselimuti oleh membran luar permeabel.
Bakteri ini mempunyai dinding sel tebal berupa peptidoglikan, yang terletak di
antara membran dalam dan membran luarnya.
a.
Peptidogligan
Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif
Peptidoglikan (murein)
adalah komponen utama dinding sel bakteri yang bersifat kaku dan
bertanggungjawab untuk menjaga integritas sel serta menentukan bentuknya.Protoplas adalah sel yang
telah dihilangkan dinding selnya dan karena suatu sel hidup di lingkungan hipotonis (lebih encer dibanding sitoplasma sel) maka
kecenderungannya air akan masuk ke dalam sel sehingga protoplas yang tidak
memiliki perlindungan dinding sel akan pecah. Peptdoglikan adalah polisakarida yang terdiri
dari dua gula turunan yaitu asam-N-asetil glukosamin
serta asam-N-asetil
muramat, dan sebuah rantai
peptida pendek yang contohnya terdiri dari asam amino l-alanin,
d-alanin, d-asam glutamat, dan baik l-lisin atau asam diaminopimelik (DAP).DAP
adalah asam amino langka yang hanya ditemukan pada dinding sel prokariot.
Gambar 2.6 Dinding sel Bakteri Gram
positif
|
Gambar 2.7 Dinding sel Bakteri Gram
Negatif
|
b. Karakteristik
Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif
Tabel 2.1 Karakteristik
Bakteri Gram positif dan Gram Negatif
Karakteristik
|
Gram negatif
|
|
Dinding
sel
|
Homogen dan tebal (20-80 nm) serta
sebagian besar tersusun dari peptidoglikan. Polisakarida lain dan asam
teikoat dapat ikut menyusun dinding sel.
|
Peptidoglikan (2-7 nm) di antara membran
dam dan luar, serta adanya membran luar (7-8 nm tebalnya) yang terdii dari
lipid, protein, dan lipopolisakarida
|
Bentuk
sel
|
Bulat, batang atau filamen
|
Bulat, oval, batang lurus atau melingkar
seprti tand koma, heliks atau filamen; beberapa mempunyai selubung atau
kapsul
|
Reproduksi
|
Pembelahan biner
|
Pembelahan biner, kadang-kadang
pertunasan
|
Metabolisme
|
kemoorganoheterotrof
|
Fototrof, kemolitoautotrof, atau
kemoorganoheterotrof
|
Motilitas
|
Kebanyakan nonmotil, bila motil tipe
flagelanya adalah petritrikus (petritrichous)
|
Motil atau nonmotil. Bentuk flagela
dapat bervariasi-polar,lopotrikus (lophtrichous), petritrikus (petritrichous).
|
Anggota
tubuh (apendase)
|
Biasanya tidak memiliki apendase
|
Dapat memiliki pili, fimbriae, tangkai
|
Endospora
|
Beberapa grup dapat membentuk endspora
|
Tidak dapat membentuk endospora
|
2.
Jamur
Semua jamur adalah Gram positif dikarenakan memiliki
dinding sel terbuat dari kitin yang menghambat pencucian zat warna Gentian
Violet oleh alkohol. Pewarnaan ini ditujukan untuk mengamati bentuk jamur agar
terlihat lebih jelas.
C.
Mekanisme
zat antimikroba terhadap bakteri
1.
Aktivitas
antimikroba
Spons laut
merupakan inang untuk bermacam-macam mikroba seperti bakteri. Hal ini
disebabkan spons dapat melindungi mikroba dari predator dengan cara
menghasilkan senyawa kimia. Senyawa kimia yang dihasilkan spons akan
menginduksi mikroba yang hidup di dalam spons untuk menghasilkan metabolit
sekunder spesifik. Beberapa bakteri berasosiasi spons yang menghasilkan
metabolit sekunder dengan aktivitas antimikroba adalah bakteri berasosiasi
spons Himeniacidon parleve, yaitu
NJ6-3-1 menghasilkan senyawa beta karbolin alkaloid bersifat antimikroba
terhadap S. aureus(Zheng et al., 2005). Genus Bacillus dan Virgibacillus yang
diisolasi dari spons Pseudoceratina
purpurea menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap Vibrio alginolyticus dan Vibrio
fischeri(Kanagasabhaphaty et al., 2005). Microcccusspp. berasosiasi spons Tedania ignis menghasilkan senyawa diketopiperazin bersifat antibakteri(Schmitz, 1994).
Kandungan pada
daun-daunan yang memiliki komponen kimia : flavonoid, minyak atsiri dan tanin.
Ketiga senyawa tersebut diduga memiliki aktivitas antimikroba dengan cara
mengkoagulasikan protein yang
akhirnya dapat mengganggu
permeabilitas membran sel dan menyebabkan inaktivasi fungsi materi genetik bakteri.
Berdasarkan hal ini, ada
kemungkinan
bahwa daun -daunan
memiliki aktivitas antimikroba khususnya
terhadap kuman Escherichia coli.
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk
batang pendek, bersifat fakultatif anaerob, tumbuh baik
pada agar MacConkey dengan koloni berbentuk bulat dan
cembung, bersifat memfermentasikan laktosa dan beberapa strain Escherichia
coli bersifat
menghemolisis darah. Eschericha coli umumnya menyebabkan diare terjadi diseluruh dunia. Escherichia
coli diklasifikasikan berdasarkan sifat karakteristik
dari virulensinya dan
tiap
kelompok menyebabkan penyakit dengan mekanisme berbeda. Escherichia coli yang sering menyebabkan diare digolongkan menjadi 5 yaitu: Enterophatogenic E.
coli (EPEC), Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterohemorrhagic E. coli (EHEC), Enteroinvasive E. coli (EIEC), Enteroagregative E. coli (EAEC).
Pada minyak atsiri yang berperan
sebagai antibakteri dengan cara mengganggu terbentuknya membran atau dinding
sel
sehingga tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna. Tanin mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein. Efek antibakteri tanin antara lain melalui: reaksi dengan membran sel,
inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi
fungsi materi
genetik. Flavonoid berfungsi
sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang
mengganggu
integritas membran sel bakteri.
2.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam menguji
mekanisme antimikroba pada bakteri ada beberapa macam, yakni:
a.
Pengambilan
Sampel
Sampel spons dimasukkan ke dalam
kantong plastik steril yang berisi air laut. Selanjutnya sampel spons
dimasukkan ke dalan kotak es (ice box)
untuk dibawa ke laboratorium.
b.
Penapisan
Aktivitas Antimikroba Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons.
Penapisan aktivitas antimikroba
isolat bakteri dilakukan pada media padat menggunakan metode Johnson et
al.(1960) dengan modifikasi. Isolat bakteri digores berbentuk lingkaran dengan
diameter 5-6 mm pada media padat dan diinkubasi pada suhu kamar selama 48 jam.
Cawan petri tersebut di sebarkan suspensi mikroba uji (500 μL kultur mikroba
uji selama 24 jam disuspensikan dalam 50 mL larutan NaCl 0,9% steril) dengan
menggunakan alat semprot. Cawan petri diinkubasi kembali pada suhu kamar selama
24 jam dan diamati zona hambat di sekitar koloni isolat bakteri. Zona hambat
(zona bening) di sekitar koloni isolat bakteri menunjukkan bahwa isolat
tersebut memiliki aktivitas antimikroba.
c.
Uji
Aktivitas Antimikroba Ekstrak Bakteri
Metode yang digunakan untuk uji
aktivitas antimikroba adalah metode difusi agar (Valgas et al., 2005). Uji
aktivitas antimikroba di awali dengan pembuatan media dengan diameter 5 mm pada
media NA. Selanjutnya, pada media tersebut disebarkan kultur bakteri uji.
Akhirnya ekstrak bakteri dengan konsentrasi. Selain itu untuk
menguji aktivitas antimikroba juga bisa dilakukan dengan metode yang
digunakan adalah percobaan dengan rancangan acak lengkap
(RAL)
3.
Alat dan Bahan yang Digunakan
a.
Alat
1.
timbangan analitik,
2.
cawan
petri,
3.
tabung
reaksi,
4.
tabung erlenmayer,
5.
ose,
6.
bunsen,
7.
glass L. rotary evaporator,
8.
jangka sorong,
9.
autoklaf,
10. kertas label,
11. gunting,
12. inkubasi shaker,
13. mikro
pipet,
14. alumunium foil.
15. Ice
box
16. Termometer
b.
Bahan
1)
media
biakan Natrient Agar (NA),
2)
Mannitol Salt Agar (MSA),
3)
spirtus,
4)
aquadest
5)
alkohol 70%.
6)
Bakteri Escherichia Coli
7)
Bakteri S.Aereus
8)
Bakteri Salmonella sp
9)
Bakteri Bacillus Subtilis
10) Bakteri Staphylococcus aureus
11) Daun
salam
12) Daun
kersen
13) Spons
laut
14) Ekstrak
metanol
15) Larutan iodips
4.
Hasil dan diskusi
Ketika
isolat bakteri tersebut berada pada fase pertumbuhan (fase logaritma), bakteri
melakukan aktivitas pembelahan sel dengan mengonsumsi nutrien yang tersedia
pada media tumbuh. Ketika nutrien mulai berkurang bakteri akan memasuki fase
stasioner dan pada fase ini diduga terjadi pembentukan senyawa metabolit
sekunder yang bersifat antimikroba. Aktivitas antimikroba yang terbentuk
setelah memasuki fase stasioner dimungkinkan mengikuti mekanisme quorum sensing.
Quorum sensing merupakan sistem komunikasi antar
sel untuk merespon perubahan lingkungan. Komunikasi antar sel bakteri tersebut
berperan penting dalam proses adaptasi terhadap kondisi lingkungan sekitar.
Salah satu bentuk respon yang ditunjukkan bakteri adalah pembentukan senyawa
metabolit sebagai bentuk pertahanan melawan mikroba lain dan menghindari
senyawa toksik yang memiliki potensi bahaya terhadap bakteri tersebut.
Semakin
tinggi konsentrasi
ekstrak yang digunakan, semakin
tinggi
daya hambat
yang dihasilkan.
Sesuai
dengan pendapat Noorhamdani, Yosef dan Rosalia (2013) bahwa
pemberian ekstrak dapat
menyebabkan penurunan jumlah
bakteri yang
tumbuh pada media MSA secara
signifikan. Pertumbuhan bakteri
terhambat karena ekstrak yang
mengandung senyawa aktif yaitu flavonoid sebagai antimikroba yang mampu merusak
membran bakteri Staphylococcus
aureus
sehingga bakteri
tersebut tidak dapat hidup.
Mekanisme
daya
kerja antimikroba
terhadap sel dapat adalah merusak dinding
sel, menganggu
permeabilitas sel, merusak
molekul
protein dan asam nukleat,
mengahambat aktifitas enzim,
menghambat sintesa
asam nukleat.
Pernyataan diatas sesuai dengan Lathifah (2008)
bahwa
antimikroba
diartikan sebagai bahan yang
dapat
menganggu pertumbuhan
dan metabolisme bakteri. Cara
kerja antimikroba
antara lain dengan merusak dinding
sel, merubah permeabelitas sel,
menghambat kerja
enzim, merubah molekul protein dan asam nukleat, serta menghambat sintesis
asam
nukleat dan protein. Sedangkan mekanisme daya kerja antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda misalnya dengan cara mendehidrasi
atau mengeringkan bakteri, mengoksidasi sel
bakteri, mengkoogulasi
(menggumpalkan) cairan
disekitar bakteri atau
meracuni bakteri. Iodips adalah termasuk golongan antiseptik karena
mempunyai kandungan
iodine aktif. Romadlona, Sarwiyono dan
Surjowardojo (2014) melaporkan
bahwa
kandungan yang
terdapat dalam Iodips
adalah
iodine aktif, phosphor aktif, sorbitoscrub dan
asam laktat.
Saponin dapat menekan pertumbuhan dari bakteri karena senyawa
tersebut dapat menurunkan
tegangan
permukaan dinding sel dan apabila berinteraksi dinding sel tersebut bisa lisis atau pecah, sehingga saponin akan
mengganggu tegangan
permukaan dinding sel
dan zat antibakteri akan masuk dengan mudah ke dalam sel dan akan menganggu
metabolisme
sel hingga
akhirnya bakteri mati.
Flavonoid memberikan
aktifitas
antibakteri dengan
jalan
menghambat metabolism energi,
mekanisme penghambatan metabolisme energi yang
dilakukan oleh flavonoid yaitu
seperti antibiotik
yang menghambat respirasi
oksigen dan dapat
menyebabkan
kematian bakteri (Noorhamdani,
dkk 2014).
Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat
desinfektan yang bekerja
mendenaturasi protein yang
dapat menyebabkan aktifitas metabolisme sel berhenti (Kurniawan,
dkk 2013).
Tanin dapat menghambat aktifitas enzim protease,
menghambat
enzim
pada transport selubung
sel bakteri, destruksi
atau inaktifasi fungsi materi genetik,
selain itu tanin juga mampu mengerutkan dinding sel
bakteri sehingga dapat mengganggu
permeabilitas
sel. Terganggunya permeabilitas
sel dapat menyebabkan sel
tersebut tidak dapat melakukan aktifitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat
(Maliana, Khotimah dan Diba,
2013)
D.
Mekanisme
zat antimikroba terhadap fungi
1.
Metabolit
Sekunder sebagai zat antimikroba terhadap fungi
Adanya
kemampuan dari tanaman untuk menghasilkan produk sampingan atau metabolit
sekunder memungkinkan tanaman dapat dijadikan sebagai biofungisida. Menurut
Margaret & Brian (1981) sejumlah metabolit sekunder juga digunakan sebagai
fungisida atau antibiotik untuk melindungi tanaman dari serangan jamur atau
bakteri.
Salah satu
jenis tanaman yang menghasilkan senyawa metabolit sekunder dan dapat digunakan
sebagai antimikroba dan fungisida alami adalah kunyit (Curcuma domestica Val). Kandungan utama kunyit adalah minyak atsiri
dan kurkuminoid (Rukmana, 1994). Menurut Egon (1985) kunyit mengandung minyak
atsiri keton sesquiterpena yaitu turmerondan artumeron. Senyawa-senyawa yang
terkandung dalam kunyit memiliki aktifitas biologis sebagai antibakteri,
antioksidan dan anti hepatotoksik (Rukmana, 1994).
Penggunaan
kunyit sebagai anti fungi telah dilakukan terhadap beberapa jenis jamur
diantaranya Fusarium udum(Singh &
Rai, 2000), Coletotrichum falcatum Went, Fusarium moniliforme J.Sheld (Singh et
al, 2002), Xanthomonas axonopodispv. Manihotis (Kuhnet al,2006) dan Alternaria
solani (Stangarlin, 2006). Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa
senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam kunyit dapat menghambat
pertumbuhan miselium jamur, sehingga kunyit dapat dijadikan sebagai pengendali
penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur.
Kultivasi jamur makroskopis (mushrooms)
pada medium cair dengan proses fermentasi (submerged
cultured) telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir ini untuk
mendapatkan biomassa miselium dan filtrat kulturnya. Tiga jenis medium
fermentasi yang dapat digunakan untuk produksi metabolit bioaktif mushrooms
yaitu Kauffman Medium (KM), Medium Glucose, Yeast extract, Malt extract, Thiamin (GYMT), dan medium
Yeast extract, Malt extract.
2.
Metode
Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan
rancangan acak lengkap pola faktorial yang terdiri atas tiga faktor, faktor 1:
jenis isolat, 4 taraf (L. edodes M, C, L, Y); faktor 2: jenis medium
fermentasi, 3 taraf (KM, GYMT, YEMR); faktor 3: jenis mikroba uji, 4 taraf
(S.aureus, E. coli, C.albicans, dan T.mentagrophytes). Biomasa miselium dan
filtrat kultur hasil fermentasi L. edodes diekstrak menggunakan pelarut
kloroform, etil asetat dan air. Variabel yang diamati adalah diameter zona
hambat terhadap mikroba patogen dan
bobot biomassa kering.
Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan cara sebagai
berikut: disiapkan cawan petri steril yang akan diisi medium Sabouraud Agar
(SA) untuk jamur dan khamir serta medium Nutrien Agar (NA) untuk bakteri,
inokulum cair untuk bakteri dan khamir (umur 24 jam), inokulum padat untuk
jamur (umur 7 hari). Selanjutnya dilakukan
pengujian dengan teknik difusi cakram kertas (paper disc) diameter 13 mm, cakram kertas ditetesi ekstrak 50 L.
Cakram kertas yang telah menyerap ekstrak tersebut diuapkan terlebih dahulu
hingga kering, kemudian diletakkan
dalam cawan petri
berisi 10 mL medium SA untuk jamur dan khamir serta medium
NA untuk bakteri. Setiap cawan petri diisi dengan tiga cakram kertas.
Pengamatan dilakukan setelah12-48 jam
untuk bakteri dan khamir, serta 5-7 hari untuk jamur, dilakukan pengukuran
apabila terbentuk zona hambat. Aktivitas antimikroba ditunjukkan oleh hambatan
pertumbuhan terhadap mikroba uji yang dinyatakan dengan ukuran diameter zona
jernih yang terbentuk di sekitar cakram
kertas.
3.
Alat
dan Bahan
a.
Alat
1.
timbangan analitik,
2.
cawan
petri,
3.
tabung
reaksi,
4.
tabung erlenmayer,
5.
ose,
6.
bunsen,
7.
glass L. rotary evaporator,
8.
jangka sorong,
9.
autoklaf,
10. kertas label,
11. gunting,
12. inkubasi shaker,
13. mikro
pipet,
14. alumunium foil.
15. Ice
box
16. Termometer
b.
Bahan
1)
Ekstrak kunyit
2)
Jamur Alternaria PurriEllis
3)
Media difusi agar dengan pelubang gabus
4)
Isolat L.edodes
5)
DMSO
1%
6)
medium Potato Dextrose Agar
(PDA)
7)
Staphylococcus aureus
ATCC25923 (bakteri patogen Gram positif),
8)
Escherichia coli ATCC 35218
(bakteri patogen Gram negatif),
9)
Candida albicans ATCC 10231
(khamir patogen),
10) Trichophyton mentagrophytes (jamur patogen).
11) spirtus,
12) aquadest
4.
Hasil
dan Diskusi
Adanya
hambatan dari ekstrak kasar rhizoma kunyit terhadap pertumbuhan jamur Alternaria porri Ellis karena adanya
senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak kasar rhizoma kunyit
yang mempunyai sifat anti fungi maupun anti mikroba. Senyawa antifungi yang
terkandung di dalam ekstrak kunyit diduga berasal dari komponen minyak atsiri
rhizoma kunyit yang mengandung senyawa metabolit sekunder yang termasuk ke
dalam golongan seskuiterpen. Senyawa turunan dari minyak atsiri rhizoma kunyit
yang termasuk ke dalam golongan sesquiterpen yaitu: turmerone, turmerol,
ar-turmeron, curlon, ar-kurkumin dan senyawa turunan minyak atsiri lainnya
diduga mempunyai sifat antifungi.Senyawa turunan dari kurkuminoid yaitu
kurkumin kurang dapat menghambat pertumbuhan jamur.
Gambar 2.8.
Hasil Difusi Agar
Uji
aktivitas antimikroba menggunakan empat
jenis mikroba uji yaitu S.aureus, E.
coli, C.albicans dan T. mentagrophytes memberikan hasilpenghambatan yang
berbeda nyata. Senyawabioaktif dari filtrat kultur dapat menghambat tiga jenis
mikroba uji dari empat jenis mikroba uji yang digunakan. Mikroba uji yang palingsensitif
terhadap senyawa dari filtrat kultur adalah C. albicans diikuti oleh E. coli
dan S.aureus. Mikroba uji T.
mentagrophytes tidak dapat dihambat baik menggunakan ektrak kloroform, etil
asetat maupun ekstrak air. Adapun hasil
yang didapatkan mengenai banyaknya ekstrak yang digunakan adalah sebagai
berikut
Konsentrasi (%b/v)
|
Persentase Penghambatan (%)
|
0,005
|
55,9
|
0,010
|
62,4
|
0,015
|
67,4
|
0,020
|
67,5
|
0,025
|
68,7
|
0,030
|
75,6
|
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan
bahwa mekanisme Mekanisme daya kerja antimikroba terhadap
sel dapat adalah
merusak dinding sel, menganggu permeabilitas sel, merusak
molekul
protein dan asam nukleat,
mengahambat aktifitas enzim,
menghambat sintesa
asam nukleat.
Saponin dapat menekan pertumbuhan dari bakteri karena senyawa
tersebut dapat menurunkan
tegangan
permukaan dinding sel dan apabila berinteraksi dinding sel tersebut bisa lisis atau pecah, sehingga saponin
akan mengganggu
tegangan permukaan
dinding sel dan zat antibakteri
akan masuk dengan mudah ke dalam sel dan
akan
menganggu metabolisme sel
hingga akhirnya bakteri mati.
Flavonoid memberikan
aktifitas
antibakteri dengan
jalan
menghambat metabolism energi,
mekanisme penghambatan respirasi
oksigen dan dapat
menyebabkan
kematian bakteri.
Tanin dapat
menghambat
aktifitas
enzim
protease, menghambat
enzim
pada transport selubung
sel bakteri, destruksi
atau inaktifasi fungsi materi genetik,
selain itu tanin juga mampu mengerutkan dinding sel
bakteri sehingga dapat mengganggu
permeabilitas
sel.
No comments:
Post a Comment