makalah mikrobiologi fkip kimia unmul : Mekanisme zat antimikroba terhadap bakteri dan fungi - Articel Iftah Al-Muttaqin

Sunday, October 18, 2015

makalah mikrobiologi fkip kimia unmul : Mekanisme zat antimikroba terhadap bakteri dan fungi



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Adanya kemampuan dari tanaman untuk menghasilkan produk sampingan atau metabolit sekunder memungkinkan tanaman dapat dijadikan sebagai biofungisida. Menurut Margaret & Brian (1981) sejumlah metabolit sekunder juga digunakan sebagai fungisida atau antibiotik untuk melindungi tanaman dari serangan jamur atau bakteri.
Kandungan pada daun-daunan yang memiliki komponen kimia : flavonoid, minyak atsiri dan tanin. Ketiga senyawa tersebut diduga memiliki aktivitas antimikroba dengan cara mengkoagulasikan protein yang akhirnya dapat mengganggu permeabilitas membran sel dan menyebabkan inaktivasi fungsi materi genetik bakteri.
Kandungan kimia yang terdapat dalam daun-daunan adalah minyak atsiri (0,05%) yang mengandung sitral dan eugenol, tannin, dan flavonoid. Minyak atsiri, alkaloid dan flavonoid  berdasarkan penelitian dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli dan Staphilococcus aureus, dengan demikian tumbuhan yang mengandung minyak atsiri, alkaloid, dan flavonoid mungkin bersifat antidiare karena bersifat antibakteri. Daun salam telah terbukti dalam percobaan bersifat antidiare, menghambat pertumbuhan bakteri dan mengurangi kontraksi usus.
Kultivasi jamur makroskopis (mushrooms) pada medium cair dengan proses fermentasi(submerged cultured) telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir ini untuk mendapatkan biomassa miselium dan filtrat kulturnya. Tiga jenis medium fermentasi yang dapat digunakan untuk produksi metabolit bioaktif mushrooms yaitu Kauffman Medium (KM), Medium Glucose, Yeast extract,  Malt extract, Thiamin (GYMT), dan medium Yeast extract, Malt extract.

B.       Rumusan Masalah
1.         Bagaimana Mekanisme zat antimikroba terhadap bakteri ?
2.         Bagaimana Mekanisme zat antimikroba terhadap Fungi ?

C.      Tujuan
1.         Untuk mengetahui Mekanisme zat antimikroba terhadap bakteri.
2.         Untuk mengetahui Mekanisme zat antimikroba terhadap Fungi.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      Struktur Bakteri dan Jamur
1.      Struktur Dinding Sel Bakteri
Dinding sel adalah lapisan yang mengelilingi beberapa jenis sel. Dinding sel strukturnya kuat, fleksibel, namun terkadang kaku. Dinding sel terletak di luar membran sel dan melindungi sel, disamping bertindak sebagai penyaring. Fungsi utama dari dinding sel adalah sebagai penahan tekanan berlebihan ketika air memasuki sel. Dinding sel ditemukan pada sel tumbuhan, bakteri, jamur, alga, dan beberapa archaebacteria. Dinding sel menyebabkan sel tidak dapat bergerak dan berkembang bebas, layaknya sel tumbuhan. Namun demikian, hal ini berakibat positif karena dinding-dinding sel dapat memberikan dukungan, perlindungan dan penyaring (filter) bagi struktur dan fungsi sel sendiri. Dinding sel mencegah kelebihan air yang masuk ke dalam sel. Kandungan di dalam dinding sel bervariasi antar spesies, dan dapat juga berbeda tergantung pada jenis sel dan tahap perkembangannya. Dalam bakteri, peptidoglikan membentuk dinding sel.
Menurut jenis bakteri, terdapat 2 jenis penyusun dinding sel bakteri, yaitu Murein dan Pseudomurein. Murein merupkan komponen utama dinding sel bakteri yang bersifat kaku dan bertanggungjawab untuk menjaga integritas sel serta menentukan bentuknya. Murein disebut juga dengan peptidoglikan.
Peptidoglikan (murein) adalah polisakarida yang terdiri dari dua gula turunan yaitu asam-N-asetil glukosamin serta asam-N-asetil muramat yang dihubungkan ikatan β-1,4, dan sebuah rantai peptida pendek yang contohnya terdiri dari asam amino l-alanin, d-alanin, d-asam glutamat, dan baik l-lisin atau asam diaminopimelik (DAP)-asam amino langka yang hanya ditemukan pada dinding sel prokariot.
a.       Peptidogligan (murein)







Gambar 2.1 Struktur Peptidoglikan (murein)
Struktur dasar peptidoglikan adalah sebuah selubung yang menyelimuti sel yang tersusun dari utas-utas peptidoglikan yang berdampingan satu sama lain dan dihubungkan dengan ikatan silang tetrapeptida yang terbuat dari asam amino.
Peptidoglikan hanya ditemukan pada spesies bakteri, namun tidak semua bakteri memiliki DAP pada peptidoglikannya. Peptidoglikan ditemukan baik pada bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif, tetapi dengan struktur yang sedikit berbeda. Bakteri gram positif memiliki dinding sel yang tersusun dari lapisan peptidoglikan yang lebih tebal, sedangkan bakteri gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan yang lebih tipis dan mempunyai struktur lipopolisakarida yang tebal.







Gambar 2.2 Dinding Sel Bakteri
Pembentukan struktur peptidoglikan itu dibantu oleh enzim transpeptidase yang berfungsi untuk nyambung antara 1 unit peptidoglikan dengan yg lainnya. Dengan adanya peptidoglikan tersebut, dinding sel lebih kokoh dan bakteri bisa hidup di kondisi yg tekanan osmosisnya tidak sesuai dengan kondisi di dalam sel. Selain transpeptidase, ada juga yg namanya Penicillin Binding Proteins (PBPs) yang juga terlibat dalam sintesis peptidoglikan. Peptidoglikan memimiliki beberapa kegunaan atau fungsi antar lain:
1)      Peptidoglikan memungkinkan bakteri mempertahankan bentuknya.
2)      Peptidoglikan memungkinkan menahan tekanan osmotik perlawanan sampai 20   atmosfir.
3)      Merupakan antigen, memungkinkan pembentukan Ig pada manusia.
4)      Karena sensitif, peptidoglikan hanya untuk disinfektan berbasis fenol.
5)      Stimulator imunitas/daya tahan tubuh berperan sebagai adjuvan.
6)      Merupakan substrat dari imunitas yang tidak spesifik, dihancurkan oleh enzim bakteriofaga dan lisozim tertentu.
b.      Pseudomurein




Gambar 2.3 Struktur pseudomurein

Bakteri methanogen mempunyai dinding dengan pseudomurein, sebuah peptidoglikan yang mempunyai L-asam amino pada struktur cross link. Hal yang paling membedakan kenampakan dari membrane arkhaebacteria adalah sifat alami dari lipid membrannya. Mereka berbeda baik eubacteria maupun eukariot dalam mempunyai rantai hidrokarbon bercabang yang tertanam pada gliserol dengan ikatan eter daripada ikatan ester. Lipid polar kadang-kadang nampak pada membrane arkhaebacteria, seperti phospolipid, sulfolipid, dan glikolipid. Sekitar tujuh sampai tiga puluh persen lipid membrane arkhaebacteria adalah lipid nonpolar yang merupakan derivatik squalene. Lipid ini dapat berkombinasi dengan berbagai cara untuk membentuk kekakuan membrane dan ketebalannya
2.      Struktur Dinding Sel Jamur
Jamur merupakan organisme eukariot, memiliki inti sel, memiliki dinding sel dari zat kitin heterotrof dan berukuran mikroskopis/makroskopis. Kebanyakan jamur memiliki dinding sel yang terdiri dari kitin dan polisakarida. Jamur tidak memiliki selulosa di dinding sel mereka. Dinding sel jamur terdiri dari beberapa lapisan yaitu Lapisan kitin,Lapisan β-1,3-glucan,Lapisan mannoprotein.Zat kitin tersusun atas polisakarida yang mengandung nitrogen, bersifat kuat, tetapi fleksibel. Zat kitin pada jamur mirip dengan zat kitin yang ditemukan pada kerangka luar serangga atau Arthropoda lain. Fungi tidak memiliki klorofil, oleh karena itu fungi tergolong organisme heterotrof. Meskipun bersifat heterotrof, fungi tidak mencerna makanannya di dalam tubuh.
B.     Jenis – Jenis Bakteri dan Jamur
1.      Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif




Gambar 2.4 Bakteri Gram Positif           Gambar 2.5 Bakteri Gram Negatif
Gram-positif adalah bakteri yang mempertahankan zat warna kristal violet sewaktu proses pewarnaan Gram sehingga akan berwarna biru atau ungu di bawah mikroskop. Disisi lain, bakteri gram-negatif akan berwarna merah atau merah muda. Perbedaan keduanya didasarkan pada perbedaan struktur dinding sel yang berbeda dan dapat dinyatakan oleh prosedur pewarnaan Gram. Prosedur ini ditemukan pada tahun 1884 oleh ilmuwan Denmark bernama Christian Gram dan merupakan prosedur penting dalam klasifikasi bakteri.
Bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus (bakteri patogen yang umum pada manusia) hanya mempunyai membran plasma tunggal yang dikelilingi dinding sel tebal berupa peptidoglikan. Sekitar 90 persen dari dinding sel tersebut tersusun atas peptidoglikan sedangkan sisanya berupa molekul lain bernama asam teikhoat. Di sisi lain, bakteri gram negatif (seperti E. coli) memiliki sistem membran ganda di mana membran pasmanya diselimuti oleh membran luar permeabel. Bakteri ini mempunyai dinding sel tebal berupa peptidoglikan, yang terletak di antara membran dalam dan membran luarnya.
a.       Peptidogligan Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif
Peptidoglikan (murein) adalah komponen utama dinding sel bakteri yang bersifat kaku dan bertanggungjawab untuk menjaga integritas sel serta menentukan bentuknya.Protoplas adalah sel yang telah dihilangkan dinding selnya dan karena suatu sel hidup di lingkungan hipotonis (lebih encer dibanding sitoplasma sel) maka kecenderungannya air akan masuk ke dalam sel sehingga protoplas yang tidak memiliki perlindungan dinding sel akan pecah. Peptdoglikan adalah polisakarida yang terdiri dari dua gula turunan yaitu asam-N-asetil glukosamin serta asam-N-asetil muramat, dan sebuah rantai peptida pendek yang contohnya terdiri dari asam amino l-alanin, d-alanin, d-asam glutamat, dan baik l-lisin atau asam diaminopimelik (DAP).DAP adalah asam amino langka yang hanya ditemukan pada dinding sel prokariot.
Gambar 2.6 Dinding sel Bakteri Gram positif

Gambar 2.7 Dinding sel Bakteri Gram Negatif
 


b.      Karakteristik Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif
Tabel 2.1 Karakteristik Bakteri Gram positif dan Gram Negatif
Karakteristik
Gram negatif
Dinding sel
Homogen dan tebal (20-80 nm) serta sebagian besar tersusun dari peptidoglikan. Polisakarida lain dan asam teikoat dapat ikut menyusun dinding sel.
Peptidoglikan (2-7 nm) di antara membran dam dan luar, serta adanya membran luar (7-8 nm tebalnya) yang terdii dari lipid, protein, dan lipopolisakarida
Bentuk sel
Bulat, batang atau filamen
Bulat, oval, batang lurus atau melingkar seprti tand koma, heliks atau filamen; beberapa mempunyai selubung atau kapsul
Reproduksi
Pembelahan biner
Pembelahan biner, kadang-kadang pertunasan
Metabolisme
kemoorganoheterotrof
Fototrof, kemolitoautotrof, atau kemoorganoheterotrof
Motilitas
Kebanyakan nonmotil, bila motil tipe flagelanya adalah petritrikus (petritrichous)
Motil atau nonmotil. Bentuk flagela dapat bervariasi-polar,lopotrikus (lophtrichous), petritrikus (petritrichous).
Anggota tubuh (apendase)
Biasanya tidak memiliki apendase
Dapat memiliki pili, fimbriae, tangkai
Endospora
Beberapa grup dapat membentuk endspora
Tidak dapat membentuk endospora

2.      Jamur
Semua jamur adalah Gram positif dikarenakan memiliki dinding sel terbuat dari kitin yang menghambat pencucian zat warna Gentian Violet oleh alkohol. Pewarnaan ini ditujukan untuk mengamati bentuk jamur agar terlihat lebih jelas.
C.      Mekanisme zat antimikroba terhadap bakteri
1.         Aktivitas antimikroba
Spons laut merupakan inang untuk bermacam-macam mikroba seperti bakteri. Hal ini disebabkan spons dapat melindungi mikroba dari predator dengan cara menghasilkan senyawa kimia. Senyawa kimia yang dihasilkan spons akan menginduksi mikroba yang hidup di dalam spons untuk menghasilkan metabolit sekunder spesifik. Beberapa bakteri berasosiasi spons yang menghasilkan metabolit sekunder dengan aktivitas antimikroba adalah bakteri berasosiasi spons Himeniacidon parleve, yaitu NJ6-3-1 menghasilkan senyawa beta karbolin alkaloid bersifat antimikroba terhadap S. aureus(Zheng et al., 2005). Genus Bacillus dan Virgibacillus yang diisolasi dari spons Pseudoceratina purpurea menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap Vibrio alginolyticus dan Vibrio fischeri(Kanagasabhaphaty et al., 2005). Microcccusspp. berasosiasi spons Tedania ignis menghasilkan senyawa diketopiperazin bersifat antibakteri(Schmitz, 1994).
Kandungan pada daun-daunan yang memiliki komponen kimia : flavonoid, minyak atsiri dan tanin. Ketiga senyawa tersebut diduga memiliki aktivitas antimikroba dengan cara mengkoagulasikan protein yang akhirnya dapat mengganggu permeabilitas membran sel dan menyebabkan inaktivasi fungsi materi genetik bakteri. Berdasarkan  hal  ini,  ada  kemungkinan  bahwa  daun -daunan  memiliki  aktivitas antimikroba khususnya terhadap kuman Escherichia coli.
Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang pendek, bersifat fakultatif anaerob, tumbuh baik pada agar MacConkey dengan koloni berbentuk bulat dan cembung, bersifat memfermentasikan laktosa dan beberapa strain Escherichia coli bersifat menghemolisis darah. Eschericha coli umumnya menyebabkan diare terjadi diseluruh dunia. Escherichia coli diklasifikasikan berdasarkan sifat karakteristik dari virulensinya dan tiap kelompok menyebabkan penyakit dengan mekanisme berbeda. Escherichia coli yang sering menyebabkan diare digolongkan menjadi 5 yaitu: Enterophatogenic E. coli (EPEC), Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterohemorrhagic E. coli (EHEC), Enteroinvasive E. coli (EIEC), Enteroagregative E. coli (EAEC).
Pada minyak atsiri yang berperan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu terbentuknya membran atau dinding sel sehingga tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna. Tanin mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein. Efek antibakteri tanin antara lain melalui: reaksi dengan membran sel, inaktivasi  enzim,  dan  destruksi  atau  inaktivasi  fungsi  materi  genetik.  Flavonoid  berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri.

2.         Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam menguji mekanisme antimikroba pada bakteri ada beberapa macam, yakni:
a.        Pengambilan Sampel
Sampel spons dimasukkan ke dalam kantong plastik steril yang berisi air laut. Selanjutnya sampel spons dimasukkan ke dalan kotak es (ice box) untuk dibawa ke laboratorium.
b.        Penapisan Aktivitas Antimikroba Bakteri yang Berasosiasi dengan Spons.
Penapisan aktivitas antimikroba isolat bakteri dilakukan pada media padat menggunakan metode Johnson et al.(1960) dengan modifikasi. Isolat bakteri digores berbentuk lingkaran dengan diameter 5-6 mm pada media padat dan diinkubasi pada suhu kamar selama 48 jam. Cawan petri tersebut di sebarkan suspensi mikroba uji (500 μL kultur mikroba uji selama 24 jam disuspensikan dalam 50 mL larutan NaCl 0,9% steril) dengan menggunakan alat semprot. Cawan petri diinkubasi kembali pada suhu kamar selama 24 jam dan diamati zona hambat di sekitar koloni isolat bakteri. Zona hambat (zona bening) di sekitar koloni isolat bakteri menunjukkan bahwa isolat tersebut memiliki aktivitas antimikroba.
c.              Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Bakteri
Metode yang digunakan untuk uji aktivitas antimikroba adalah metode difusi agar (Valgas et al., 2005). Uji aktivitas antimikroba di awali dengan pembuatan media dengan diameter 5 mm pada media NA. Selanjutnya, pada media tersebut disebarkan kultur bakteri uji. Akhirnya ekstrak bakteri dengan konsentrasi. Selain itu untuk menguji aktivitas antimikroba juga bisa dilakukan dengan metode yang digunakan adalah percobaan dengan rancangan acak lengkap (RAL)

3.         Alat dan Bahan yang Digunakan
a.         Alat
1.        timbangan analitik,
2.        cawan petri,
3.         tabung reaksi,   
4.        tabung   erlenmayer,   
5.        ose,   
6.        bunsen,
7.        glass L. rotary evaporator,
8.        jangka sorong,
9.        autoklaf,
10.    kertas label,
11.    gunting,
12.    inkubasi shaker,
13.    mikro pipet,
14.    alumunium foil.
15.    Ice box
16.    Termometer
b.        Bahan
1)        media  biakan Natrient Agar (NA),
2)        Mannitol Salt Agar (MSA),
3)        spirtus,
4)        aquadest
5)        alkohol 70%.
6)        Bakteri Escherichia Coli
7)        Bakteri S.Aereus
8)        Bakteri Salmonella sp
9)        Bakteri Bacillus Subtilis
10)    Bakteri Staphylococcus aureus
11)    Daun salam
12)    Daun kersen
13)    Spons laut
14)    Ekstrak metanol
15)    Larutan iodips


4.         Hasil dan diskusi
Ketika isolat bakteri tersebut berada pada fase pertumbuhan (fase logaritma), bakteri melakukan aktivitas pembelahan sel dengan mengonsumsi nutrien yang tersedia pada media tumbuh. Ketika nutrien mulai berkurang bakteri akan memasuki fase stasioner dan pada fase ini diduga terjadi pembentukan senyawa metabolit sekunder yang bersifat antimikroba. Aktivitas antimikroba yang terbentuk setelah memasuki fase stasioner dimungkinkan mengikuti mekanisme quorum sensing.
Quorum sensing merupakan sistem komunikasi antar sel untuk merespon perubahan lingkungan. Komunikasi antar sel bakteri tersebut berperan penting dalam proses adaptasi terhadap kondisi lingkungan sekitar. Salah satu bentuk respon yang ditunjukkan bakteri adalah pembentukan senyawa metabolit sebagai bentuk pertahanan melawan mikroba lain dan menghindari senyawa toksik yang memiliki potensi bahaya terhadap bakteri tersebut.
Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang digunakan, semakin  tinggi  daya  hambat  yang dihasilkan. Sesuai dengan pendapat Noorhamdani, Yosef dan Rosalia (2013) bahwa pemberian ekstrak dapat menyebabkan   penurunan jumlah bakteri yang tumbuh pada media MSA secara signifikan. Pertumbuhan bakteri terhambat karena ekstrak  yang mengandung senyawa aktif yaitu flavonoid sebagai antimikroba yang mampu merusak membran   bakteri   Staphylococcus   aureus sehingga bakteri tersebut tidak dapat hidup.
Mekanisme daya kerja antimikroba terhadap sel dapat adalah merusak dinding sel, menganggu permeabilitas sel, merusak molekul protein dan asam nukleat, mengahambat aktifitas enzim, menghambat sintesa   asam   nukleat. Pernyataan   diatas sesuai dengan Lathifah (2008) bahwa antimikroba diartikan sebagai bahan yang dapat menganggu pertumbuhan dan metabolisme bakteri. Cara kerja antimikroba antara lain dengan merusak dinding sel, merubah permeabelitas sel,   menghambat kerja enzim, merubah molekul protein dan asam nukleat, serta menghambat sintesis asam nukleat dan protein. Sedangkan mekanisme daya kerja antiseptik terhadap mikroorganisme berbeda-beda misalnya dengan  cara  mendehidrasi  atau mengeringkan bakteri, mengoksidasi sel bakteri, mengkoogulasi (menggumpalkan) cairan   disekitar   bakteri   atau   meracuni bakteri. Iodips adalah termasuk golongan antiseptik karena mempunyai kandungan iodine aktif. Romadlona, Sarwiyono dan Surjowardojo (2014) melaporkan bahwa kandungan   yang   terdapat   dalam   Iodips adalah iodine aktif, phosphor aktif, sorbitoscrub dan asam laktat.
Saponin dapat menekan pertumbuhan dari bakteri karena senyawa tersebut dapat menurunkan  tegangan  permukaan  dinding sel dan apabila berinteraksi dinding sel tersebut bisa lisis atau pecah, sehingga saponin     akan     mengganggu     tegangan permukaan  dinding sel  dan  zat  antibakteri akan masuk dengan mudah ke dalam sel dan akan  menganggu  metabolisme  sel  hingga akhirnya bakteri mati.
Flavonoid memberikan aktifitas antibakteri dengan jalan menghambat metabolism energi, mekanisme penghambatan metabolisme energi yang dilakukan oleh flavonoid yaitu seperti antibiotik  yang  menghambat  respirasi oksigen dan dapat menyebabkan kematian bakteri  (Noorhamdani,  dkk  2014). Flavonoid merupakan senyawa yang bersifat desinfektan yang bekerja mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan aktifitas metabolisme sel berhenti (Kurniawan,  dkk 2013).
Tanin dapat menghambat aktifitas enzim protease, menghambat enzim pada transport selubung sel bakteri, destruksi atau inaktifasi fungsi materi genetik, selain itu tanin juga mampu mengerutkan dinding sel bakteri sehingga dapat mengganggu permeabilitas sel. Terganggunya permeabilitas sel dapat menyebabkan sel tersebut tidak dapat melakukan aktifitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat (Maliana, Khotimah dan Diba, 2013)

D.      Mekanisme zat antimikroba terhadap fungi
1.         Metabolit Sekunder sebagai zat antimikroba terhadap fungi
Adanya kemampuan dari tanaman untuk menghasilkan produk sampingan atau metabolit sekunder memungkinkan tanaman dapat dijadikan sebagai biofungisida. Menurut Margaret & Brian (1981) sejumlah metabolit sekunder juga digunakan sebagai fungisida atau antibiotik untuk melindungi tanaman dari serangan jamur atau bakteri.
Salah satu jenis tanaman yang menghasilkan senyawa metabolit sekunder dan dapat digunakan sebagai antimikroba dan fungisida alami adalah kunyit (Curcuma domestica Val). Kandungan utama kunyit adalah minyak atsiri dan kurkuminoid (Rukmana, 1994). Menurut Egon (1985) kunyit mengandung minyak atsiri keton sesquiterpena yaitu turmerondan artumeron. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam kunyit memiliki aktifitas biologis sebagai antibakteri, antioksidan dan anti hepatotoksik (Rukmana, 1994).
Penggunaan kunyit sebagai anti fungi telah dilakukan terhadap beberapa jenis jamur diantaranya Fusarium udum(Singh & Rai, 2000), Coletotrichum falcatum Went, Fusarium moniliforme J.Sheld (Singh et al, 2002), Xanthomonas axonopodispv. Manihotis (Kuhnet al,2006) dan Alternaria solani (Stangarlin, 2006). Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa senyawa metabolit sekunder yang terdapat dalam kunyit dapat menghambat pertumbuhan miselium jamur, sehingga kunyit dapat dijadikan sebagai pengendali penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur.
Kultivasi jamur makroskopis (mushrooms) pada medium cair dengan proses fermentasi (submerged cultured) telah dikembangkan selama beberapa tahun terakhir ini untuk mendapatkan biomassa miselium dan filtrat kulturnya. Tiga jenis medium fermentasi yang dapat digunakan untuk produksi metabolit bioaktif mushrooms yaitu Kauffman Medium (KM), Medium Glucose, Yeast extract,  Malt extract, Thiamin (GYMT), dan medium Yeast extract, Malt extract.
2.         Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimental dengan rancangan acak lengkap pola faktorial yang terdiri atas tiga faktor, faktor 1: jenis isolat, 4 taraf (L. edodes M, C, L, Y); faktor 2: jenis medium fermentasi, 3 taraf (KM, GYMT, YEMR); faktor 3: jenis mikroba uji, 4 taraf (S.aureus, E. coli, C.albicans, dan T.mentagrophytes). Biomasa miselium dan filtrat kultur hasil fermentasi L. edodes diekstrak menggunakan pelarut kloroform, etil asetat dan air. Variabel yang diamati adalah diameter zona hambat terhadap  mikroba patogen dan bobot biomassa kering.
Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan dengan cara sebagai berikut: disiapkan cawan petri steril yang akan diisi medium Sabouraud Agar (SA) untuk jamur dan khamir serta medium Nutrien Agar (NA) untuk bakteri, inokulum cair untuk bakteri dan khamir (umur 24 jam), inokulum padat untuk jamur (umur 7 hari). Selanjutnya dilakukan  pengujian dengan teknik difusi cakram kertas (paper disc) diameter 13 mm, cakram kertas ditetesi ekstrak 50 L. Cakram kertas yang telah menyerap ekstrak tersebut diuapkan terlebih dahulu hingga kering, kemudian diletakkan    dalam    cawan    petri    berisi    10 mL  medium SA untuk jamur dan khamir serta medium NA untuk bakteri. Setiap cawan petri diisi dengan tiga cakram kertas. Pengamatan dilakukan  setelah12-48 jam untuk bakteri dan khamir, serta 5-7 hari untuk jamur, dilakukan pengukuran apabila terbentuk zona hambat. Aktivitas antimikroba ditunjukkan oleh hambatan pertumbuhan terhadap mikroba uji yang dinyatakan dengan ukuran diameter zona jernih  yang terbentuk di sekitar cakram kertas.

3.         Alat dan Bahan
a.         Alat
1.        timbangan analitik,
2.        cawan petri,
3.         tabung reaksi,   
4.        tabung   erlenmayer,   
5.        ose,   
6.        bunsen,
7.        glass L. rotary evaporator,
8.        jangka sorong,
9.        autoklaf,
10.    kertas label,
11.    gunting,
12.    inkubasi shaker,
13.    mikro pipet,
14.    alumunium foil.
15.    Ice box
16.    Termometer
b.        Bahan
1)        Ekstrak kunyit
2)        Jamur Alternaria PurriEllis
3)        Media difusi agar dengan pelubang gabus
4)        Isolat L.edodes
5)        DMSO 1%
6)        medium Potato Dextrose Agar (PDA)
7)        Staphylococcus aureus ATCC25923 (bakteri patogen Gram positif),
8)        Escherichia coli ATCC 35218 (bakteri patogen Gram negatif),
9)        Candida albicans ATCC 10231 (khamir patogen),
10)    Trichophyton mentagrophytes (jamur patogen).
11)    spirtus,
12)    aquadest


4.         Hasil dan Diskusi
Adanya hambatan dari ekstrak kasar rhizoma kunyit terhadap pertumbuhan jamur Alternaria porri Ellis karena adanya senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak kasar rhizoma kunyit yang mempunyai sifat anti fungi maupun anti mikroba. Senyawa antifungi yang terkandung di dalam ekstrak kunyit diduga berasal dari komponen minyak atsiri rhizoma kunyit yang mengandung senyawa metabolit sekunder yang termasuk ke dalam golongan seskuiterpen. Senyawa turunan dari minyak atsiri rhizoma kunyit yang termasuk ke dalam golongan sesquiterpen yaitu: turmerone, turmerol, ar-turmeron, curlon, ar-kurkumin dan senyawa turunan minyak atsiri lainnya diduga mempunyai sifat antifungi.Senyawa turunan dari kurkuminoid yaitu kurkumin kurang dapat menghambat pertumbuhan jamur.




Gambar 2.8. Hasil Difusi Agar
Uji aktivitas  antimikroba menggunakan empat jenis mikroba uji yaitu  S.aureus, E. coli, C.albicans dan T. mentagrophytes memberikan hasilpenghambatan yang berbeda nyata. Senyawabioaktif dari filtrat kultur dapat menghambat tiga jenis mikroba uji dari empat jenis mikroba uji yang digunakan. Mikroba uji yang palingsensitif terhadap senyawa dari filtrat kultur adalah C. albicans diikuti oleh E. coli dan  S.aureus. Mikroba uji T. mentagrophytes tidak dapat dihambat baik menggunakan ektrak kloroform, etil asetat maupun ekstrak air. Adapun hasil yang didapatkan mengenai banyaknya ekstrak yang digunakan adalah sebagai berikut
Konsentrasi (%b/v)
Persentase Penghambatan (%)
0,005
55,9
0,010
62,4
0,015
67,4
0,020
67,5
0,025
68,7
0,030
75,6



BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa mekanisme Mekanisme daya kerja antimikroba terhadap sel dapat adalah merusak dinding sel, menganggu permeabilitas sel, merusak molekul protein dan asam nukleat, mengahambat aktifitas enzim, menghambat sintesa   asam   nukleat.
Saponin dapat menekan pertumbuhan dari bakteri karena senyawa tersebut dapat menurunkan  tegangan  permukaan  dinding sel dan apabila berinteraksi dinding sel tersebut bisa lisis atau pecah, sehingga saponin akan     mengganggu tegangan permukaan  dinding sel  dan  zat  antibakteri akan masuk dengan mudah ke dalam sel dan akan  menganggu  metabolisme  sel  hingga akhirnya bakteri mati.
Flavonoid memberikan aktifitas antibakteri dengan jalan menghambat metabolism energi, mekanisme penghambatan respirasi oksigen dan dapat menyebabkan kematian bakteri.
Tanin dapat menghambat aktifitas enzim protease, menghambat enzim pada transport selubung sel bakteri, destruksi atau inaktifasi fungsi materi genetik, selain itu tanin juga mampu mengerutkan dinding sel bakteri sehingga dapat mengganggu permeabilitas sel.

No comments:

Post a Comment