apakah ketika rosullah menikahi Maimunah dalam kondisi halal atau berihrom - Articel Iftah Al-Muttaqin

Wednesday, April 27, 2016

apakah ketika rosullah menikahi Maimunah dalam kondisi halal atau berihrom

Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan, “Beliau sallallahu’alaihi wa sallam diperselisihkan, apakah ketika menikahi Maimunah dalam kondisi halal atau berihrom? Ibnu Abbas mengatakan, “Menikahinya sementara beliau dalam kondisi berihrom. Sementara Abu Rafi’ mengatakan, “Menikahinya sementara beliau dalam kondisi halal. Dan dahulu saya adalah utusan diantara keduanya. Perkataan Abu Rafi’ lebih kuat dari beberapa sisi,

Salah satunya, Waktu itu beliau sudah dalam kondisi balig. Sementara Ibnu Abbas waktu itu belum mencapai baligh. Bahkan waktu itu beliau baru berumur sepuluh tahun. Sehingga Abu Rafi’ waktu itu lebih hafal darinya.

Kedua, bahwa beliau sebagai utusan. Antara Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam dan Maimunah. Di tangannya terjadi perbincangan. Dan dia lebih mengetahui dari (Ibnu Abbas) tanpa diragukan lagi. Hal itu telah diisyaratkan sendiri dengan penuh kebenaran dan keyakinan tanpa menukil dari yang lainnya. Bahkan beliau sendiri yang melakukannya.

Ketiga, Ibnu Abbas waktu itu tidak bersamanya dalam umroh tersebut. Karena umroh qodo’. Sementara Ibnu Abbas waktu itu termasuk orang-orang lemah yang Allah berikan uzur dari kalangan anak-anak. Dan beliau mendengarkan cerita (dari orang lain) tanpa kehadirannya.

Keempat, Sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam ketika masuk Mekkah, beliau mulai dengan towaf di Ka’bah. Kemudian sa’I antara shafa dan marwah, menggundul kemudian tahallul. Telah diketahui bahwa beliau tidak menikahinya di jalan. Tidak juga memulai menikah dengannya sebelum towaf di Ka’bah. Tidak menikah juga sewaktu towaf. Hal ini telah diketahui tidak terjadi. Maka pendapat Abu Rofi’ yang kuat secara meyakinkan.

Kelima, bahwa para shahabat radhiallahu’anhu menyalahkan Ibnu Abbas dan tidak menyalahkan Abu Rafi’.

Keenam, perkataan Abu Rafi’ sesuai dengan larangan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tentang menikahnya orang yang sedang berihrom. Sementara perkataan
Ibnu Abbas menyalahinya. Hal itu ada dua kemungkinan, bisa karena dinaskh (dihapus) atau ditakhsis (dihususkan) oleh Nabi sallallahu’alaihi wa sallam dengan memperbolehkan nikahnya orang yang sedang berihrom. Keduanya menyalahi dari asalnya dan tidak ada dalil (yang menguatkan). Maka tidak dapat diterima.

Ketujuh, bahwa anak saudara perempuan yaitu Yazid bin Al-Ashom memberi persaksian bahwa Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam menikahinya sementara beliau dalam kondisi halal. Dan beliau mengatakan, dia dahulu adalah bibiku dan bibinya Ibnu Abbas. Hal itu disebutkan oleh Muslim. Selesai dari ‘Zadul Ma’ad, 5/112-124.

Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Al-Atsram mengatakan, saya bertanya kepada Ahmad, bahwa Abu Tsaur mengatakan, dengan apa menolak hadits Ibnu Abbad –padahal shoheh- beliau berkata, “Allahul musta’an. Ibnu Musayyab mengatakan, Ibnu Abbas lengah. Padahal Maimunah berkata, saya dinikahi sementara beliau dalam kondisi halal.” Selesai

Ibnu Abdul Bar mengatakan, “Periwayatan bahwa beliau menikahinya dalam kondisi halal, telah ada dari berbagai macam jalan. Sementara hadits Ibnu Abbas, shoheh dari sisi sanad. Akan tetapi kelengahan seorang (rowi) itu lebih dekat dibandingkan kelengahan kelompok. Kondisi minimal keduanya bertentangan. Sehingga diminta dalil dari selain keduanya. Dan hadits Utsman yang shoheh tentang pelarangan nikah orang yang sedang muhrim, dan itu yang menjadi sandaran.” Selesai

No comments:

Post a Comment