BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.
Pada
dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada yang
berpendapat bahwa guru adalah jabatan semiprofesional, namun sebenarnya lebih
dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh pada
lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya organisasi
profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru.
Usaha
profesionalisasi merupakan hal yang tidak perlu ditawar – tawar lagi karena uniknya
profesi guru. Profesi guru harus memiliki berbagai kompetensi seperti
kompetensi profesional, personal, dan sosial.
Jika seorang
guru mampu melaksanakan segala tugasnya dalam pendidikan, dapat dikatakan guru
tersebut mampu memenuhi tuntutan profesionalisme seorang guru. Profesionalisme
yang dimaksud disini adalah sikap profesional. Orang yang profesional memiliki
sikap-sikap yang berbeda dengan orang yang tidak profesional meskipun dalam
pekerjaan yang sama atau berada dalam satu ruang kerja (Sudarwan Danim, 2002 :
23)
Oleh karena
itu, penulis yang merupakan calon guru ingin membuka pikiran melalui makalah
ini bahwa keprofesionalan harus dimiliki
oleh seorang guru. Bahkan kita sebagai calon guru juga harus berpikir bagaimana
menjadi guru yang professional. Kren Sudah selayaknya guru mempunyai kompetensi
serta tanggung jawab yang tinggi dalam menjalankan profesinya, sehingga nasib
pendidikan di Indonesia akan berubah kearah yang lebih baik.
B.
Rumusan Masalah.
1.
Bagaimana perkembangan profesi keguruan di Indonesia ?
C. Tujuan Penulisan.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui perkembangan profesi keguruan di
Indonesia.
D. MANFAAT
Setelah membahas makalah ini
diharapkan kepada para mahasiswa agar dapat mengenal bagaimana sejarah perkembangan
profesi keguruan di Indonesia.
BAB II
JAWABAN RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana perkembangan profesi keguruan di Indonesia ?
Jawab: Kalau kita ikuti perkembangan profesi keguruan
Indonesia, jelas bahwa pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari
orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk menduduki jabatan guru. Dalam
bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) sejarah jelas melukiskan
perkembangan guru di Indonesia. Pada mulanya guru diangkat dari orang-orang
yang tidak memiliki pendidikan khusus yang ditambah dengan orang-orang yang
lulus dari sekolah guru (kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun
1852. Karena mendesaknya kaperluan guru maka Pemerintah Hindia Belanda
mengangkat lima macam guru yaitu:
a.
Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru
yang berwenang penuh.
b.
Guru yang bukan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang
diadakan untuk menjadi guru.
c.
Guru bantu. Yakni yang lulus ujian guru bantu.
d.
Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang
merupakan calon guru.
e.
Guru yang diangkat karena keadaan yang sangat mendesak
yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan.
Walaupun
jabatan guru tidak harus disebut sebagai jabatan profesional penuh, status
mulai membaik. Di Indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
yang mewadahi persatuan guru, dan juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR.
Dalam
sejarah pendidikan guru Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat
tinggi di masyarakat, mempunyai wibawa yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai
orang yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di
depan kelas, mendidik masyarakat, tempat masyarakat untuk bertanya, baik untuk
memecahkan masalah pribadi maupun sosial. Namun, wibawa guru mulai memudar
sejalan dengan kamajuan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
keperluan guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa.
BAB III
PEMBAHASAN
SEJARAH PERKEMBANGAN PROFESI KEGURUAN/ KEPENDIDIKAN
Perkembangan Profesi
Keguruan kita ikuti perkembangan profesi
keguruan Indonesia, jelas bahwa pada mulanya guru-guru Indonesia diangkat dari
orang-orang yang tidak berpendidikan khusus untuk memangku jabatan guru.
Dalam bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) sejarah jelas
melukiskan perkembangan guru di Indonesia. Pada mulanya guru diangkat dari
orang-orang yang tidak memiliki pendidikan khusus yang ditambah dengan orang-orang
yang lulus dari sekolah guru (kweekschool)
yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. Karena
mendesaknya keperluan guru maka Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam
guru yaitu:
1. Guru lulusan sekolah
guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh.
2. Guru yang bukan
sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru.
3. Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu.
4. Guru yang dimagangkan
kepada seorang guru senior, yang merupakan calon guru.
5. Guru yang diangkat
karena keadaan yang sangat mendesak yang berasal dari warga yang pernah
mengecap pendidikan.
Walaupun jabatan guru tidak harus
disebut sebadai jabatan profesional penuh, status mulai membaik. Di Indonesia
telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mewadahi persatuan
guru, dan juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR.
Dalam sejarah
pendidikan guru Indonesia, guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi di
masyarakat, mempunyai wibawa yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai orang
yang serba tahu. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan
kelas, mendidik masyarakat, tempat masyarakat untuk bertanya, baik untuk
memecahkan masalah pribadi maupun sosial. Namun, wibawa guru mulai memudar
sejalan dengan kemajuan zaman, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dan keperluan guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa.
Meskipun sekolah Guru
telah diadakan, namun kurikulumnya masih lebih mementingkan pengetahuan yang
akan diajarkan disekolah, sedangkan materi ilmu mendidikan psikologi belum
dicantumkan secara khusus didalamnya. Sejalan dengan pendirian
sekolah-sekolah yag lebih tinggi tingkatannya dari sekolah umum seperti
Hollands Indlandse School(HIS), Meer Uitgebreid Lagere ONderwijs (MULO), Hogere
Burgeschool (HBS), dan Algemene Middlebare School(AMS), secara berangsur-angsur
didirikan pula lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus penyiapan guru;
seperti Hogere Kweekschool (HKS) untuk guru HIS dan kursus Hoofdacte(HA) untuk
calon kepala sekolah.
Keadaan demikian berlanjut sampai zaman pendudukan Jepang
dan awal perang kemerdekaan. Secara perlahan namun pasti, pendidikan guru
meningkatkan jenjang kualifikasi dan mutunya saat ini lembaga tunggal untuk
pendidikan guru, yakni Lemabga Pendidikan Tenaga Kpendidikan(LPTK).
Menurut para ahli, profesionalisme
menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta
strategi penerapannya. Magister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme
bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap,
pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki
keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang
dipersyaratkan. Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda
dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan
profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan
Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan
profesi guru yaitu:
1. Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan
profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan
melalui perspektif-perspektif dan metode-metode inquiri. Para guru dalam sketsa
ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat
penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasan-penjelasan tersebut berdasarkan
fenomena alam.
2. Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan
profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains,
pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke
pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka
juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana
siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu
dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan
pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar.
3. Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru
sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk
pembelajaransepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih
profesi guru, mereka telah berkomit menuntuk belajar sepanjang masa.
Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk
belajar.
4. Standar pengembangan
profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren
(berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan
kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak
berkelanjutan.
Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru
sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia
Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar
professional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana
diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998)
dijelaskan bahwan untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk
memiliki lima hal:
a. Guru mempunyai
komitmen pada siswa dan proses belajarnya.
b. Guru menguasai secara
mendalam bahan/ mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada
siswa
c. Guru bertanggung jawab
memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi
d. Guru mampu berfikir
sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya
e. Guru seyogyanya
merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Pengembangan profesionalisme guru
menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan
hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan
juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi.
Tugas guru adalah membantu peserta
didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta
desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini
meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional,
dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus
mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus
mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai
profesional.
Akadum (1999) menyatakan
dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutualkorelasi yang
pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak
terutama pengambil kebijakan :
1.
Profesi
keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya
gaji berimplikasi pada kinerjanya
2.
Profesionalisme
guru masih rendah. Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab
rendahnya profesionalisme guru:
·
Masih
banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total
·
Rentan
dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan
·
Pengakuan
terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari
pengambilankebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih
belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan
·
Masih belum smooth-nya perbedaan pendapat
tentang proporsi materi ajar yang diberikankepada calon guru
·
Masih
belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal
meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis
memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat
meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI
sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.
Dengan melihat adanya
faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah
berupaya untuk mencari alternative untuk meningkatkan profesi guru. Pemerintah
telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan
kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga
pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi.
Program penyetaaan Diploma II bagi
guru-guruSD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi
guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau
guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan
perubahan.Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan
pemerintah adalah program sertifikasi. Selain sertifikasi upaya lain yang
telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru,
misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru)
yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah
yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998).
Profesionalisasi harus dipandang
sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan
prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari
organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap
profesi keguruan, penegakan kodeetik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas
calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme
seseorang termasuk guru.Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di
atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan
kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji
guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru
rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan
tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama
berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi
pola anutan negara-negara.
Tuntutan keprofessionalan suatu
pekerjaan pada dasarnya membutuhkan sejumlah persyaratan yang harus dimiliki
oleh seseorang yang memangku jabatan tersebut. Menurut Moh.Ali dalam Moh. User
Usman persyaratan guru professional antara lain: 1) menuntut adanya
keterampilan, 2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu, 3)
menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan guru yang memadai,4) adanya
kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya, 5)
memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan (Moh Uzer Usman;
1996).
BAB V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat
diambil kesimpulan yaitu :
1.
Pada mulanya guru diangkat dari orang-orang yang tidak
memiliki pendidikan khusus yang ditambah dengan orang-orang yang lulus dari
sekolah guru (kweekschool) yang
pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. Karena mendesaknya kaperluan guru
maka Pemerintah Hindia Belanda mengangkat lima macam guru yaitu:
a.
Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru
yang berwenang penuh.
b.
Guru yang bukan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang
diadakan untuk menjadi guru.
c.
Guru bantu. Yakni yang lulus ujian guru bantu.
d.
Guru yang dimagangkan kepada seorang guru senior, yang
merupakan calon guru.
e.
Guru yang diangkat karena keadaan yang sangat mendesak
yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan.
B. SARAN
Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah kelompok kami masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu,
kepada Bapak, Ibu dosen, dan seluruh
pembaca agar dapat memberikan kritik dan sarannya untuk menyempurnakan makalah kelompok kami.
No comments:
Post a Comment