BAB I
PENDAHULUAN
A
.
Latar Belakang Masalah
Pada
bab-bab sebelumnya telah banyak dikemukakan, bahwa masalah mendidik adalah
masalah setiap orang, karena setiap orang sejak dahulu hingga sekarang,
berusaha mendidik anak-anaknya. Demikian pula masalah “belajar” (dan
“mengajar”), yang dapat dikatakan sebagai tindak pelaksanaan usaha pendidikan,
adalah masalah setiap orang.
Kenyataan
bahwa belajar dan mengajar adalah hal yang kompleks dan merupakan masalah
setiap orang. Oleh karena itu kami sebagai pemakalah ingin memberikan sedikit
ulasan tentang “ciri-ciri khas perilaku belajar”.
Sebagai
penutup bab pendahuluan ini, perlu kami utarakan sebuah keinginan yakni
siapapun yang membaca buku ini diharapkan tidak menemukan kesukaran dalam
menangkap isinya. kalimat-kalimat yang digunakan untuk mengungkapkan isi
makalah ini telah diusahakan sederhana dan selugas mungkin dengan harapan tidak
menimbulkan kesan berbelit-belit.
B. Rumusan
Masalah
- Bagaimana ciri khas perilaku belajar?
- Bagaimana perwujudan perilaku belajar?
- Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi belajar?
C. Tujuan
Pembahasan
1.
Untuk mengetahui ciri khas perilaku belajar.
2.
Untuk mengetahui perwujudan perilaku belajar.
3.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belajar
BAB II
PEMBAHASAN
Meskipun secara teoritis belajar
dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku, namun tidak semua perubahan
tingkah laku organisme dapat dianggap belajar. Perubahan yang timbul karena
proses belajar sudah tentu memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas. Dalam bab
ini karakteristik, manifestasi, dan pendekatan belajar, jenis-jenis belajar dan
hal-hal yang dapat mempengaruhi dan kegiatan belajar siswa juga akan penyusun
uraikan secara singkat.
A. Ciri Khas
Perilaku Belajar
Setiap
perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan yang spesifik.
Karakteristik perilaku belajar ini dalam beberapa pustaka rujukan, antara lain
psikologi pendidikan oleh Surya (1982), disebut juga sebagai prinsip-prinsip
belajar. Diantara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku
belajar yang terpenting adalah:[1][1]
1.
Perubahan Internasional
2.
Perubahan positif dan aktif
3.
perubahan efektif dan fungsional
1) Perubahan Internasional
Perubahan yang terjadi dalam
proses belajar adalah berkat pengalaman atau praktik yang dilakukan dengan
sengaja dan disadari, atau dengan kata lain bukan kebetulan. Karakteristik ini
mengandung konotasi bahwa siswa menyadari akan adanya perubahan yang dialami
atau sekurang-kurangnya ia merasakan adanya perubahan dalam dirinya, seperti
penambahan pengetahuan, kebiasaan, sikap dan pandangan sesuatu, keterampilan
dan seterusnya. Sehubungan dengan itu, perubahan yang diakibatkan mabuk, gila
dan lelah tidak termasuk dalam karakteristik belajar, karena individu yang
bersangkutan tidak menyadari atau tidak mengkehendaki keberadaannya.
Disamping perilaku belajar mengkehendaki
perubahan yang disadari, juga diarahkan pada tercapainya perubahan tersebut.
Jadi, jika seorang siswa belajar bahasa Inggris umpamanya, maka sebelumnya ia
telah menetapkan taraf kemahiran yang disesuaikan dengan tujuan pemakaiannya.
Penetapan ini misalnya, apakah bahasa asing tersebut akan digunakan untuk
keperluan studi ke luar negeeri ataukah sekedar bisa membaca teks-teks atau
literatur berbahasa Inggris.
Namun demikian, perlu pula
dicatat bahwa kesengajaan belajar itu, menurut Anderson (1990) tidak penting,
yang penting cara mengelola informasi yang diterima siswa pada waktu pembelajaran terjadi. Disamping
itu, dari kenyataan sehari-hari juga menunjukkan bahwa tidak semua kecakapan
yang kita peroleh merupakan hasil kesengajaan belajar yang kita sadari. Sebagai contoh, kebiasaan bersopan santun
dimeja makan dan bertegur sapa dengan orang lain, guru, dan orang-orang baik
disekitar kita tanpa disengaja tanpa disadari.
Sebagai contoh, kebiasaan
bersopan santun di meja makan dan bertegur sapa dengan orang lain, guru, dan
orang-orang baik disekitar kita tanpa disengaja dan disadari. Begitu juga
beberapa percakapan tertentu yang kita peroleh dari pengalaman dan praktik
sehari-hari, belum tentu kita pelajari dengan sengaja. Dengan demikian, dapat
kita pastikan bahwa perubahan intensional tersebut “bukan harga mati” yang
harus dibayar oleh anda dan siswa.
2) Perubahan positif dan aktif
Perubahan terjadi karena proses
belajar bersifat positif dan aktif. Positif artinya baik, bermanfaat serta
sesuai dengan harapan. Hal ini juga bermakna bahwa perubahan tersebut
senantiasa merupakan penambahan, yakni diperolehnya sesuatu yang baru (seperti
pemahaman dan keterampilan baru) yang lebih baik dari pada apa
yang telah ada sebelumnya. Adapun perubahan aktif artinya tidak terjadi dengan
sendirinya. Seperti karena proses kematangan (misalnya, bayi yang bisa
merangkak setelah bisa duduk), tetapi karena usaha siswa itu sendiri.
3)
Perubahan
efektif dan fungsional
Perubahan yang timbul karena proses
bersifat efektif, yakni berhasil guna. Artinya, perubahan tersebut membawa
pengaruh, makna, dan manfaat tertentu bagi siswa. Selain itu, perubahan dalam
proses belajar bersifat fungsional dalam arti bahwa ia relatif menetap dan
setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat diproduksi dan
dimanfaatkan. Perubahan fungsional dapat diharapkan memberi manfaat yang luas
misalnya ketika siswa menempuh ujian dan menyesuaikan diri dengan lingkungan
kehidupan sehari-hari dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Selain itu, perubahan yang efektif dan
fungsional biasanya bersifat dinamis dan mendorong timbulnya
perubahan-perubahan positif lainnya. Sebagai contoh. Jika seorang siswa belajar
menulis, maka disamping akan mampu merangkaikan kata dan kalimat
dalam bentuk tulisan ia juga akan memperoleh kecakapan lainnya seperti
membuat catatan, mengarang surat dan bahkan menyusun karya sastra atau karya
ilmiah.
B. Perwujudan Perilaku
Belajar
Dalam
hal memahami arti belajar dan esensi perubahan karena belajar, para ahli sependapat sekurang-kurangnya terdapat titik temu
diantara mereka mengenai hal-hal yang prinsipal. Akan tetapi, mengenai, apa
yang dipelajari siswa dan bagaimana perwujudannya, agaknya masih merupakan teka-teki yang
masih menimbulkan silang pendapat yang cukup tajam diantara para ahli itu.
Meskipun demikian, berikut ini akan penyusun turunkan pendapat sekelompok ahli
yang relatif lengkap mengenai perilaku belajar. Pemakaian pendapat sekelompok
alhi ini tidak berarti mengecilkan pendapat kelompok ahli lainnya.
Manifestasi
atau perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam
perubahan-perubahan sebagai berikut:
I.
Pengetahuan
Setiap orang yang telah mengalami
proses belajar, maka akan tampak perilaku pengetahuan yang berbeda. Secara umum
perilaku tersebut dapat kita ketahui pada saat seorang siswa menanggapi suatu
hal. Seorang siswa yang telah mengetahui bahwa mengkonsumsi bahan tambahan
makanan seperti veksin (MSG) dapat menimbulkan efek jangka panjang pada
perkembangan otaknya, maka dengan perilaku pengetahuannya ia
menghindari makanan dengan tambahan tersebut.
II.
Kebiasaan
Setiap siswa yang telah mengalami
proses belajar, kebiasaan-kebiasaannya akan tampak berubah. Kebiasaan itu
timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan
stimulasi yang berulang-ulang. Dalam proses belajar, pembiasaan juga meliputi
pengurangan perilaku yang tidak diperlukan. Karena proses penyusutan
/pengurangan inilah, muncul suatu pola bertingkah laku baru yang relatif
menetap dan otomatis.
Kebiasaan ini terjadi karena prosedur
pembiasaan seperti dalam classical
dan operant conditioning. Contoh:
siswa yang belajar bahasa secara berkali-kali menghindari kecenderungan
penggunaan kata atau struktur yang keliru, akhirnya akan terbiasa dengan
penggunaan bahasa baik dan benar. Jadi, berbahasa dengan cara yang baik dan
benar itulah perwujudan perilaku belajar siswa tadi.
III.
Keterampilan
Keterampilan adalah kegiatan yang
berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya
tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga dan
sebagainya. Meskipun sifatnya motorik, namun keterampilan itu memerlukan
koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.
Di samping itu, keterampilan adalah
kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi
secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu.
Keterampilan itu sendiri bukan hanya meliputi gerak motorik melainkan juga
fungsi mental yang bersifat kognitif. Konotasinya pun luas sehingga sampai pada
mempengaruhi /mendayagunakan orang lain. artinya orang yang mampu
mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap sebagai orang yang
terampil.
IV.
Emosional
Perilaku siswa yang telah mengalami
proses pembelajaran yang nampak salah satunya ialah pada perilaku emosionalnya.
Pada siswa yang terpelajar, perilakunya cenderung dengan emosi yang lebih
terkontrol pada saat menanggapi suatu masalah. Perilaku tersebut akan
berbanding terbalik dibandingkan pada anak yang tidak menempuh pendidikan, yang
cenderung menanggapi masalah dengan emosi yang tidak terkontrol. Selain itu,
tingkat penempuhan pendidikan juga dapat mempengaruhi emosi setiap siswa,
misalnya pada siswa yang hanya menempuh sekolah dasar yang dibandingkan dengan
siswa yang telah menempuh sekolah menengah atas.
V.
Pengamatan
Pengamatan artinya proses menerima,
menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera
seperti mata dan telinga. Dan sebaliknya pengamatan yang salah akan
mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula. Contoh, seorang anak yang baru
pertama kali mendengarkan radio akan mengira bahwa penyiar benar-benar berada
dalam kotak bersuara itu. Namun melalui proses belajar, lambat laun
diketahuinya juga bahwa yang ada dalam radio tersebut hanya alirannya,
sedangkan penyiarnya berada di studio pemancar.
VI.
Hubungan sosial
Perilaku sosial sangat berpengaruh
pada siswa pada saat berada dalam lingkungan masyarakat adalah perilaku
hubungan sosial. Seorang siswa, sederhananya selalu bergaul atau berhubungan
sosial antar teman sebayanya dan pada orang yang lebih tua seperti guru saat
disekolah. Seorang siswa secara tidak langsung akan mengatur atau memilih
dengan siapa ia akan menjalin hubungan sosial terlebih pada teman-temannya yang
lebih pintar dibandingkan dia. Perilaku itu terjadi karena setelah mengalami
pembelajaran siswa tersebut merasa membutuhkan bantuan atau ia lebih merasa
seperti sebagai keperluannya dalam menempuh pendidikan lanjutan maupun untuk
masa depannya.
VII.
Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat
Secara sederhana, berpikir asosiatif
adalah berpikir dengan cara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnya. Berfikir
asosiatif itu merupakan proses pembentukan hubungan antara rangsangan dengan
respons. Dalam hal ini perlu dicatat bahwa kemampuan siswa untuk melakukan hubungan
asosoatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat perhatian atau pengetahuan
yang diperoleh dari hasil belajar. Sebagai contoh, siswa yang mampu menjelaskan
arti penting tanggal 12 Rabiul Awal. Kemampuan siswa tersebut dalam
mengasosiasikan tanggal bersejarah itu dengan hari ulang tahun (maulid) Nabi
Muhammad SAW. Hanya bisa didapat apabila ia telah mempelajari riwayat hidup
beliau.
Di samping itu, daya ingatpun
merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan pokok dalam berpikir asosiatif.
Jadi, siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai bertambahnya
simpanan materi dalam memori. Serta meningkatnya kemampuan menghubungkan materi
dengan situasi atau stimulus yang sedang dihadapi.
VIII.
Bersikap rasional dan kritis
Berpikir rasional dan kritis adalah
perwujudan perilaku beljar terutama yang berhubungan dengan pemecahan masalah. Pada
umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsip-prinsip dan
dasar-dasar pengertian dalam menjawab pertanyaan “bagaimana” (how) dan
“mengapa” (why). Dalam berpikir rasional, siswa dituntut menggunakan logika
(akal sehat) untuk menentukan sebab akibat, menganalisis, menarik
kesimpulan-kesimpulan. Dalam berpikir kritis, siswa dituntut menggunakan
strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan
masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan (Reber, 1988).
IX.
Sikap
Dalam arti sempit adalah
pandangan/kecenderungan mental. Sikap (attitude) adalah kecenderungan
yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik/buruk terhadap
orang/barang tertentu. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap itu dapat kita
anggap suatu kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Dalam
hal ini, perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya
kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu objek, tata
nilai, peristiwa dan sebagainya.
X.
Inhibisi
Secara ringkas, inhibisi adalah upaya
pengurangan/pencegahan timbulnya suatu respons tertentu karena adanya proses
respons lain yang sedang berlangsung. Dalam hal belajar inhibisi adalah
kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu,
lalu memilih atau melakukan tindakan yang lain yang lebih baik ketika ia
berinteraksi dengan lingkungannya.Kemampuan siswa dalam melakukan inhibisi pada
umumnya diperoleh lewat proses belajar. Oleh sebab itu, makna dan perwujudan
perilaku belajar seorang siswa akan tampak pula dalam kemampuannya melakukan
inhibisi ini. Contoh: seorang siswa yang telah sukses mempelajari bahaya
alkohol akan menghindari membeli minuman keras. Sebagai gantinya ia membeli
minuman sehat.
XI.
Apresiasi
Pada dasarnya, apresiasi berarti suatu
pertimbangan (Judgment) mengenai arti penting atau nilai sesuatu. Dalam
penerapannya, apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan/penilaian terhadap benda-benda baik abstrak atau
konkret yang memiliki nilai luhur.
Apresiasi adalah
gejala ranah efektif yang pada umumnya ditunjukkan pada karya-karya seni budaya
seperti: seni sastra, seni musik, seni lukis, drama dan sebagainya.
Tingkat apresiasi seorang siswa
terhadap nilai sebuah karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman
belajarnya. Sebagai contoh, jika seorang siswa telah mengalami proses belajar
agama secara mendalam maka tingkat apresiasinya terhadap nilai seni baca
Al-Qur’an dan
kaligrafi akan mendalam pula. Dengan demikian, pada dasarnya seorang siswa baru
akan memiliki apresiasi yang memadai terhadap objek tertentu (misalnya
kaligrafi) apabila sebelumnya ia telah mempelajari materi yang berkaitan dengan
objek yang dianggap mengandung nilai penting dan indah tersebut.
XII.
Tingkah Laku Afektif
Tingkah laku efektif adalah tingkah
laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti: takut, marah, sedih,
gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya. tingkah laku seperti
ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh karena itu, ia juga
dapat dianggap sebagai perwujudan perilaku belajar.Seorang siswa,
misalnya, dapat di anggap sukses secara afektif dalam belajar agama apabila ia
telah menyenangi dan menyadari dengan ikhlas kebenaran ajaran agama yang ia
pelajari, lalu menjadikannya sebagai “sistem nilai diri”. Kemudian, pada
gilirannya ia menjadikan sistem nilai ini sebagai penuntun hidup, baik di kala
suka maupun duka (Darajat, 1985).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setiap perilaku belajar selalu ditandai oleh ciri-ciri perubahan
yang spesifik. Diantara ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik
perilaku belajar yang terpenting adalah:
1.
Perubahan Internasional
2.
Perubahan positif dan aktif
3.
perubahan efektif dan fungsional
Perwujudan perilaku belajar, merupakan hal yang sulit dikemukakan, bahkan
para ahli masih terdapat silang pendapat tentang bagaimana seorang siswa
mewujudkan perilaku belajarnya, namun terdapat beberapa indikator seorang siswa
mewujudkan perilaku belajarnya yaitu dapat dilihat dari pengetahuan,
keterampilan, kebiasaan, emosional,pengamatan,hubungan sosial,berpikir
asosiatif dan daya ingat, berpikir rasional dan kritis, sikap, inhibisi,
apresiasi, serta tingkah laku afektif .
B.
Saran
Seorang siswa pada umumnya, memiliki cara tersendiri
dalam mewujudkan perilaku dari hasil proses belajar yang dilakukan, sehingga
seorang guru tidak dapat melihatnya dari satu sisi, melaikan dari berbagai
sisi, sehingga akan menghasilkan penilaian yang objektif bukan subjektif,
selain itu seorang siswa harus memahami sejauh mana dirinya telah mewujudkan
hasil dari proses belajarnya tersebut, apabila
siswa lambat menyadarinya, maka bisa saja akan tertinggal, namun hal ini
juga tidak lepas dari pengawasan, arahan dan bimbingan dari seorang guru
Daftar
pustaka
1. Dimyati
dan Mudjiono, 2009, Belajar dan
Pembelajaran , Rineka Cipta,Jakarta.
2. Djiwandono,Wuryani S.E,2008, Psikolog Pendidikan, Gramedia ,Jakarta.
3. Hamalik,Oemar ,
2007, Proses Belajar Mengajar ,Bumi
Aksara, Jakarta .
4. Purwanto,Ngalim MP, 2010, Psikolog
Pendidikan , Remaja Rosdakarya, Bandung.
5. Slameto, 2003, Belajar dan
faktor – faktor yang mempengaruhinya , Rineka
Cipta, Jakarta
6. Syah,Muhibbin, 2011, Psikolog
Pendidikan dengan Pendekatan baru , Rosda, Bandung.
No comments:
Post a Comment